Dec 162014
 

Banyak tumbuh pebisnis-pebisnis baru di lingkungan kita saat ini, muncul tiba-tiba, dan lenyap juga tiba-tiba. Mengapa? Dari diskusi-diskusi kecil bersama pelaku bisnis dadakan ini, terkumpul informasi bahwa mereka sebenarnya merasa resah dan gelisah, tak dapat menikmati suasana bisnis yang sebenarnya. Seperti pebisnis usaha barang kelontong, atau barang-barang lainnya, banyak yang hanya menunggu barangnya habis dan kemudian tutup. Mereka tak mampu menyisihkan laba usahanya untuk menambah modal kerja, mereka tak mampu menahan pengeluaran yang tidak terkendali, mereka tak bisa menempatkan uang yang dikeluarkan untuk hal-hal yang produktif, akhirnya merugi dan lipat kaki.

Padahal rumus laba itu kan sederhana, simpel dan sudah tersedia aplikasi. Sederhananya, Laba sama dengan Pendapatan dikurangi Pengeluaran. Kan cuma itu… Cuma itu?? Ya, memang cuma itu formula dasarnya. Yang jadi persoalan adalah saat kita tidak memilah dan memilih apa dan bagaimana jenis pengeluaran…. dan itu hanya dapat dilakukan jika semua transaksi dicatat. Bahasa sederhananya, catatan pembukuan, inilah dia yang jadi titik awal pebisnis pemula kelimpungan. Bahkan pebisnis berpengalaman ada juga yang masih enggan mencatat aktifitas bisnisnya.

Seorang pengusaha perangkat komputer pernah bercerita tentang usaha warisan ayahnya yang dia kelola saat ini, pelanggannya sudah banyak, kota tempat usahanya strategis, toko milik sendiri, bentuk usaha berbadan hukum, Commanditaire Venootschap, tapi dia mengeluh karena usahanya tidak berkembang. Terakhir, katanya stock barang selalu tidak terpenuhi, saat pelanggan butuh barang, stock kosong. Akhirnya banyak pelanggan yang beralih ke tempat lain. Awalnya dia berfikir sementara, tetapi ternyata pelanggan tersebut sudah merasa nyaman dengan ‘toke’ barunya, dan tak kembali lagi. Dia mengaku stress.

Awalnya dia meyakinkan kalau dia kurang PD (percaya diri) menghadapi pelanggan yang datang, tak pandai berdiplomasi, tidak bisa berbasa-basi, pokoknya sangat abai terhadap komunikasi. Kalau untuk alasan ini, saya sarankan dia konsultasi membangun komunikasi yang lebih baik dengan calon dan yang sudah jadi pelanggan, ini tugas saudara saya bro Razi si @babangbrewok. Dan dengan senang hati dia mendapatkan beberapa tips dan trik dari bro Razi.

Karena panjang cerita pertemuan ini, sebelum mengakhirinya, saya ajukan pertanyaan penutup. Berapa keuntungan usaha anda setiap bulan? Setelah berfikir beberapa saat – terlihat ragu-ragu dan susah menjawab – dia sebutkan, kira-kira 3 jutaan, katanya. Saya tanya lagi, dari mana tahu angka 3 juta? Dengan sikap yang sama dengan pertanyaan pertama, dia jawab ‘kira-kira aja’, katanya…

Wahh… Saya sudah bisa tangkap persoalan serius lainnya, bahwa dia tidak mencatat transaksi keuangannya sehingga dia tidak tahu berapa pendapatannya, dan berapa pengeluarannya. Sebagaimana dia informasikan, untuk kebutuhan rumah tangga selalu menggunakan uang dari hasil usahanya, tapi unlimited dan tidak dibukukan. Ini salah satu penyebab, mengapa stock barang tidak ada, itu pula sebabnya pelanggan lari karena setiap pelanggan membutuhkan barang, yang kecil sekalipun, harus bayar dimuka, baru kemudian barang diadakan, dan ini berlangsung berulang-ulang. Tidak adanya catatan transaksi keuangan, akan mengakibatkan usaha tidak berkembang karena tidak bisa memutuskan berapa laba yang ditahan untuk ditambahkan menjadi modal baru. Dan tidak bisa mengendalikan pengeluaran. Semuanya berjalan liar di luar kendali. Ini ciri-ciri pedagang, bukan pengusaha..,  🙂

Baca juga: