Jul 102018
 

qurban lazismuPenyembelihan hewan kurban merupakan fenomena umum di seluruh Indonesia yang dimaknai sebagai bentuk keimanan dan ketaqwaan serta makna mendekatkan diri kepada Allah. Para mubaligh dalam setiap kesempatan ceramah qurban, selalu menyampaikan pentingnya qurban dari perspektif ibadah melalui keikhlasan nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Dalam berbagai kajian-kajian umum tentang kurban, setidaknya kurban dimaknai dengan dua dimensi, yaitu dimensi ibadah-spiritual dan sosial.

Namun sesungguhnya, qurban juga merupakan dimensi ekonomi yang memiliki daya ungkit geliat ekonomi masyarakat jika penyelenggaraan qurban dapat dikelola dengan cara yang modern melalui koordinasi lintas sektoral baik dalam instansi pemerintahan maupun pihak swasta atau masyarakat umum sebagai penyelenggara qurban. Melihat semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berqurban, maka potensi ekonomi yang dihasilkan dari penyelenggaraan qurban semakin besar dan berpotensi membantu pemerintah menangani masalah-masalah ekonomi mikro bahkan berdampak pada ekonomi makro.

Data Dinas Peternakan tahun 2017 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan persediaan hewan qurban mencapai 45.534 ekor dari sebelumnya pada tahun 2016 hanya sejumlah 26.794, atau meningkat sebesar 58,84%. Rinciannya adalah, 18.901 ekor sapi (lembu), 3.603 kerbau dan 23.030 ekor kambing. Walaupun belum ada data yang valid mengenai berapa sebenarnya jumlah hewan kurban yang benar-benar disembelih pada saat penyelenggaraan iedul adha, tetapi setidaknya data persediaan hewan qurban tersebut bisa mencerminkan jumlah hewan qurban yang disembelih secara umum diseluruh Aceh.

Tulisan singkat ini hendak melihat sisi lain dari meningkatnya kesadaran berqurban masyarakat tersebut dihadapkan pada kesadaran dan keikhlasan para shahibul qurban untuk memberi dan berbagi secara lebih adil di tengah-tengah senjangnya alokasi distribusi daging qurban yang setiap tahun selama berpuluh-puluh tahun belum mendapat perhatian serius. Karena sejatinya, peningkatan kesadaran beribadah melalui qurban seiring dengan menigkatkan rasa kepedulian, bukan sekedar berkurban, kemudian dagingnya dibagikan tetapi abai terhadap alokasi distribusinya.

Masalah Penyelenggaraan Qurban
Dari penyelenggaraan kurban yang menjadi rutinitas tahunan ini dapat kita lihat setidaknya 3 (tiga) masalah penting berkaitan dengan fenomena yang terjadi di hampir semua tempat/ lokasi penyelenggaraan qurban. (1) Sebagian masyarakat belum / tidak menyelenggarakan qurban, (2) Masalah koordinasi pihak penyelenggara qurban, dan (3) Keengganan masyarakat menyalurkan qurban keluar wilayahnya. Ketiga masalah ini saling terkait dan menyebabkan terjadinya penumpukan daging qurban di suatu tempat sementara di tempat lain kekurangan, bahkan tidak ada aktivitas penyelenggaraan qurban di tempat-tempat tertentu.

Pertama, terkait dengan adanya sebagian masyarakat yang belum menyelenggarakan qurban. Di beberapa pelosok perkampungan masih ada masyarakat yang belum menyelenggarakan qurban, namun sekali-kali mereka menerima kiriman daging qurban dari kota. Selain pengetahuan masyarakat awam di tempat tersebut yang belum menganggap bahwa qurban adalah ibadah yang sangat dianjurkan, hal lainnya adalah tidak adanya warga masyarakat setempat yang mampu untuk menyelenggarakan qurban karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, sehingga ketiadaan penyelenggaraan kurban bukanlah merupakan sesuatu yang menjadi beban masyarakat setempat.

Kedua, Masalah koordinasi penyelenggara kurban. Kita ketahui bahwa dari tahun ke tahun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kurban semakin tinggi, sehingga data-data mengenai stok hewan qurban setiap tahunnya juga meningkat. Jika dilihat lebih jauh, peningkatan kesadaran ini masih berada di wilayah-wilayah perkotaan seiring dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat akan pentingnya menjalankan perintah agama. Seiring dengan itu semakin banyak kelompk-kelompok masyarakat, komunitas, instansi pemerintah atau pun swasta yang menyelenggarakan qurban di instansi mereka masing-masing. Yang menjadi persoalan adalah, pusat kegiatan administrasi instansi-instansi pemerintah dan swasta serta aktivitas perkantoran kelompok masyarakat dan komunitas tersebut seluruhnya berada di pusat-pusat perkotaan, dan hampir dapat dipastikan bahwa seluruh instansi tersebut menyelenggarakan qurban di unit kerja masing-masing, sehingga setiap instansi bisa mengadakan hewan qurban dalam jumlah yang banyak dan dagingnya didistribusikan kepada masyarakat di sekitar instansi serta para shahibul qurban unit kerja instansi tersebut.
Para pegawai instansi pemerintah dan swasta tersebut juga merupakan bagian dari kelompok masyarakat atau komunitas di tempat yang sama, sehingga kemungkinan mereka menerima daging qurban bukan hanya satu tumpuk, bahkan bisa mencapai 5 sampai dengan 8 tumpuk setiap orang. Yang paling dekat yang dapat dipantau langsung dari fenomena ini adalah kota Banda Aceh. Jika kita telusuri dari beberapa aktifitas penyelenggaraan qurban, hampir rata-rata para penerima daging qurban menerima minimal 3-4 tumpuk daging qurban dari berbagai tempat di sekitar mereka. Jika orang tersebut merupakan shahibul qurban, maka dia akan memperoleh 2-3 tumpuk lagi karena kepemilikan kurbannya, dan akan memperoleh tumpuk lain jika shahibul qurban juga masuk dalam kepanitiaan yang turut bekerja dalam pemotongan hewan qurban.

Ketiga, Peningkatan jumlah hewan kurban dari tahun ke tahun ini sesuatu yang patut kita syukuri karena itu berarti masyarakat semakin tercerahkan dengan ibadah qurban. Walau demikian, kita masih membutuhkan kesadaran kolektif sebagai sense of crisis terhadap masyarakat yang belum dapat merasakan nikmatnya ‘sie qurben’ di hari yang besar tersebut. Sebagian masyarakat di tempat-tempat tertentu, walau sudah memiliki kesadaran tentang adanya ketidakmerataan, tetapi belum mampu untuk mengikhlaskan daging kurbannya untuk didistribusikan di luar wilayanya, sekalipun setiap individu di wilayah tersebut telah memperoleh tumpuk daging yang berlipat-lipat banyaknya. Padahal, kurban mengajarkan kita untuk ikhlas memberi, ikhlas berbagi, dan ikhlas menerima. Menerima, bukan sekdar dimaknai menerima daging kurban saja, tetapi ikhlas menerima kenyataan bahwa kita perlu berbagi dengan sesama agar daging kurban yang kita berikan tersebut, selain menyentuh sisi-sisi ibadah yang menghubungkan kita dengan sang Pencipta, sebagai bentuk hablun minallah, tetapi juga menyambungkan silaturrahim dengan sasama manusia, hablun minannaas.

Manajemen Kurban
Apa yang bisa kita tawarkan sebagai solusi dari persoalan-persoalan tersebut? Inti dari permasalahnya adalah distribusi yang tidak merata dan penumpukan daging kurban di tempat-tempat tertentu karena merupakan dampak dari kesenjangan ekonomi di setiap daerah atau hal-hal lainnya. Tetapi semua ini dapat diatas dengan “campur tangan” pemerintah. Fungsi pemerintah dalam hal ini bukan sekedar menerbitkan data-data jumlah stock hewan kurban, tetapi harus sudah melompat lebih jauh turut serta memberikan sentuhan manajemen kurban melalui koordinasi lintas sektoral baik dari pihak pemerintah maupun pihak swasta atau kelompok masyarakat yang menyelenggarakan kurban di seluruh Aceh.

Manajemen kurban dapat dimulai dari unit organisasi terkecil di desa atau kecamatan yang didorong untuk memiliki data penyelenggara kurban dan kemana daging qurban akan didistribusikan. Seluruh penyelenggara qurban harus berkoordinasi guna menghindari terjadinya penumpukan distribusi daging kurban di wilayah tertentu. Pemerintah, melalui kebijakannya dapat memberikan “saran” bahwa setiap individu (harus berjiwa besar) untuk rela berbagi dengan sesama, jika sudah memperoleh tumpukan daging dalam jumlah tertentu harus rela menolak dan mengalihkannya ke tempat lain yang lebih membutuhkan. Begitu juga lembaga/ instansi, kelompok masyarakat atau komunitas penyelenggara qurban harus memiliki informasi yang cukup dari pemerintah atau lembaga yang ditunjuk sebagai pusat data kemana dan dimana daging kurban harus didistribusikan dengan melihat tempat-tempat yang memang masih dianggap kekurangan.

Manajemen kurban akan menginternalisasikan kepada kita tentang nilai-nilai berbagi dan gemar memberi sebagai bentuk dari kepedulian kita kepada mereka yang membutuhkan. Ikhlas memberi dan berbagi dapat kita jadikan tabiat dalam membangun masyarakat berkemajuan.