Target kunjungan wisata mancanegara dari Timur Tengah ke Indonesia pada tahun 2016 lalu memang tidak menjadi prioritas. Dari 12 juta wisman yang diproyeksikan dari 12 negara, jika dilihat dari jumlah kunjungan yang diproyeksikan, pemerintah Indonesia memprioritaskan pada lima negara dengan jumlah di atas 1,1juta, dan tiga peringkat utama negara target yakni; Singapura (1,8 juta), Malaysia (2 juta), dan Great China sebayak 2,1 juta yang terdiri dari Tiongkok 1,7 juta, Taiwan 275 ribu, dan Hongkong 125 ribu. Tidak tanggung-tanggung, untuk membangun branding Indonesia, pemerintah menunjuk Philip Kotler (Bapak Marketing Dunia) menjadi Brand Ambassador WONDERFUL INDONESIA pada kesempatan ASEAN Marketing Summit, 9 Oktober 2015 yang lalu di Jakarta.
Adapun Timur Tengah hanya ditargetkan sebesar 300 ribu wisman persis sama dengan Amerika Serikat. Barangkali, inilah salah satu penyebab, mengapa wisman Timur Tengah tidak “menghabiskan” uang belanja wisata mereka di Indonesia, padahal dari seluruh wisatawan global, wisatawan Arab Saudi mencatat pengeluaran tertinggi saat bepergian ke luar negeri dengan catatan 6.666 dolar AS per orang setiap berlibur. Berbeda dengan pengeluaran rata-rata keluarga asal Inggris (Eropa) yang mengeluarkan biaya 5.800 dolar saat liburan tahunan. Dengan kata lain, pemerintah memang belum memprioritaskan atau memang tidak menggarap secara serius wisman Timur Tengah yang potensinya sangat menjanjikan secara ekonomi.
Saat ini, warga Bali, terutama masyarakat pariwisatanya tentu bersukacita menyambut kedatangan Raja Arab Saudi Sulaiman bin Abdulazis Al-Saud pada tanggal 4-9 Maret 2017. Enam hari kunjungan Sang Raja tersebut, bahkan menurut kabar diperpanjang beberapa hari lagi, akan menjadi momentum yang luar biasa bagi peningkatan potensi pariwisata Bali di mata dunia, terutama masyarakat Timur Tengah yang selama ini masih belum menjadikan Bali sebagai destinasi utama wisata mereka.
Tak dapat dipungkiri bahwa aura pariwisata Bali akan semakin menguat pasca kehadiran raja Salman karena seluruh chanel media-media internasional menayangkan berita dan bahkan menyediakan waktu khusus untuk membahas seluruh kegiatan rombongan raja selama berada di Indonesia. Indonesia memperoleh keuntungan promosi gratis wisata Bali untuk dunia. Setidaknya dapat mendongkrak posisi peringkat lokasi yang dianggap tempat terbaik untuk liburan dibandingkan destinasi wisata dunia lainnya, dimana menurut penelitian US News & World Report, Bali tidak masuk 10 besar, hanya mampu bertengger di posisi ke 22 berada di bawah British Virgin Islands pada peringkat 21 dan San Francisco, California di peringkat 23, sedangkan posisi teratas diraih Great Barrier Reef, Australia. Pemeringkatan ini didasarkan pada penelitian terhadap 250 tujuan destinasi wisata dunia dengan menggunakan metodologi yang menggabungkan analisis dan pendapat para ahli.
Bali bisa saja menjadi entry point bagi target Wonderful Indonesia 2017 yang ditingkatkan menjadi 15 juta wisman. Jejak Raja Salman di sepanjang pantai Bali akan menjadi salah satu monument of mind bagi pelancong dari negara-negara lain. Bahkan Bali telah pula berkomitmen mengusung wisata halal sebagai konsep pariwisatanya untuk menunjukkan sambutan hangat bagi potensi ekonomi wisman asal Timur Tengah yang selama ini hanya hinggap di Eropa.
Begitu penting kah Timur Tengah? Tentu saja peting. Hal ini bukan sesuatu yang berlebihan mengingat besarnya porsi belanja wisata dunia yang dikeluarkan oleh Timur Tengah dalam kurun waktu terakhir ini serta relevansinya dengan pertumbuhan populasi di kawasan teluk. Economist Intelligence Unit bahkan memperkirakan populasi penduduk di kawasan Teluk akan meningkat menjadi 53,5 juta jiwa pada 2020, dan 24 persen diantaranya masih berusia di bawah 15 tahun. Data tersebut menunjukkan besarnya potensi wisata keluarga di kawasan Teluk pada masa mendatang dan akan menjadi pertimbangan bagi negara-negara tujuan wisata untuk menarik perhatian wisman Timur Tengah ini.
Cahaya Aceh Redup
Sebagai daerah yang memilki potensi wisata yang luar biasa, Aceh belum mampu mendongkrak secara konsisten capaian jumlah kunjungan wisman guna membantu mendatangkan “uang tambahan” untuk memutar gerigi ekonomi Aceh. Bahkan menurut keterangan Ketua BPS Aceh Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk melalui pintu kedatangan di Aceh pada Januari 2017 berjumlah 2.528 orang atau menurun 30,57 persen dibandingkan Desember 2016 yang berjumlah 3.641 orang. Jumlah wisman pada Januari 2017 juga menurun 56,32 persen dibandingkan Januari 2016 yang berjumlah 5.787 orang (Serambi, 2 maret 2017). Warga negara yang paling bayak mengunjungi dan yang menjadi andalan wisman di Aceh adalah Malaysia, sebagaimana kita ketahui, malaysia sendiri saat ini sedang mengalami kesulitan ekonomi sehingga secara otomatis berdampak pada menurunnya kunjungan warga negeri jiran tersebut ke Aceh.
Berkaitan dengan kedatangan Raja Salman ke Indonesia, kita tidak melihat dan mendengar adanya upaya-upaya serius pemerintah Aceh untuk merayu bahkan hanya untuk menyapa pemerintah pusat agar melakukan komunikasi yang lebih intens untuk me-reschedule kunjungan rombongan Raja Salman tersebut agar dimasukkan Aceh dalam daftar kunjungan mereka, sama sekali hampa dari hiruk-pikuk ini. Padahal Aceh sedang gencar-gencarnya menjual paket “The Light of Aceh”, Cahaya Aceh, sebagai upaya promosi Aceh sebagai daerah wisata. Jika Timur Tengah tidak menjadi sasaran target wisman The Light of Aceh, maka sangat disayangkan, bahwa konsep pariwisata kita masih berputar-putar pada ruang lingkup lokal, dan belum begitu mampu melihat peluang dan peta potensi ekonomi global yang selama ini semakin menjanjikan.
Indikator lain yang dapat diidentifikasi sebagai kurangnya upaya maksimal meningkatkan aksi mencari perhatian terhadap pariwisata adalah ketersediaan infrastruktur yang begitu minim seperti komponen-komponen publik yang mencakup bangunan tempat menginap yang tidak standar dan kapasitas yang kecil sehingga tidak mampu menampung orang dalam jumlah banyak baik yang diadakan oleh pemerintah maupun pihak swasta (investor). Hal ini menjadi ironi dimana di satu sisi promosi pariwisata digalakkan tetapi di sisi lain Aceh belum mampu menyediakan sarana dan prasarana serta infrastruktur yang memadai untuk mendukung impelementasi pariwisata global.
Kita berharap pemerintahan Aceh ke depan harus berfikir keras agar ekonomi masyarakat dapat segera diperbaiki, salah satunya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan pariwisata bervisi global. Proyeksi pariwisata Aceh di tahun 2016 yang mematok pada jumlah 100 ribu wisman dapat diperbarui jika seluruh komponen masyarakat Aceh bahu membahu dan memiliki keinginan yang kuat membentuk branding the light of Aceh sebagai konsep pariwisata yang khusus dan khas dengan nilai-nilai ke-Aceh-an; Syariat Islam.
Pemerintah bersama dinas pariwisata atau institusi lainnya yang terkait harus dapat memotret peta ekonomi global guna melihat dan mengidentifikasi potensi-potensi belanja dunia untuk kepariwisataan serta seberapa besar porsi belanja kepariwisataan dunia dapat disedot ke Aceh. Jika kita masih gamang menghadapi dunia global karena kekhawtiran benturan kultural, maka bisa memproyeksikan target parisiwata untuk negara-negara yang nilai budaya dan norma-norma masyarakatnya masih beririsan dengan nilai dan norma serta budaya ke-Aceh-an. salah satu yang dapat dipertimbangkan barangkali adalah Timur Tengah. Tapi melihat kenyataan momen penting seperti kehadiran raja Salman ke Indonesia dan kurang responnya Aceh, dapat ditengarai sebagai redupnya Cahaya Aceh di Negeri Wahabi tersebut.
Namun demikian, Cahaya Aceh bukan menjadi alasan bahwa aktifitas-aktifitas perekonomian yang didorong dari besarnya APBA terulang lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. dengan APBA yang mencapai 12,7 triliun ternyata tidak bernyali memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat yang masih menorehkan angka pengangguran mencapai 844 Ribu dengan peringkat pertumbuhan ekonomi terburuk kedua di regional Sumatera. Hal yang sangat memalukan jika dibandingkan dengan provinsi yang memiliki jumlah penduduk yang sama seperti Sumatera Barat yang hanya memiliki APBD 4,5 triliun tetapi ekonominya tumbuh mencapai 5,8% dengan jumlah pengangguran 149,69 ribu jiwa pada tahun 2016.
Tulisan ini sudah dipublikasikan di kolom Opini Harian Serambi Indonesia, Sabtu, 11 Maret 2017
Baca juga :