warga Kota Medan, khususnya mahasiswa, sepertinya tidak ada yang tak kenal dengan Pondok Zam Zam. Banyak sekali alasan mengapa Zam Zam harus dijadikan sebuah catatan khusus, padahal banyak rumah makan lain di kota Medan.
Baiklah, ini catatan oleh-oleh bagi pelancong yang datang ke Medan dengan biaya cuma sebelah kantong, atau yang memang ingin mencari tempat makan yang sederhana, lengkap menunya, murah harganya, mudah dijangkau tempatnya, dan yang penting juga, rasanya tidak mengecewakan. Referensinya Pondok Zam Zam Dr. Mansyur, Medan.
Saya sendiri sebenarnya pelanggan baru di Zam Zam. Sebagai seorang yang suka memperhatikan dan mengagumi cara-cara seseorang membangkitkan dan survive dalam usahanya di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat, Zam Zam bagi saya sudah menjadi icon penting dalam dunia kuliner di segmentasi kelas menengah ke bawah. Beberapa hal yang dapat saya catat sebagai sikap konsisten Zam Zam dalam menerapkan manajemen usahanya saya pandang sebagai sebuah tindakan yang terkonsep dari perspektif bauran pemasaran yang saya catat sebagai berikut:
pertama tentang produknya. Menu makanan di Zam Zam dapat dikatakan standar, artinya bukan menu asal-asalan, dan memiliki variasi yang lumayan baik bagi kalangan mahasiswa; dalam satu porsi selalu dihidangkan dalam 7 (tujuh) piring yang terdiri dari satu piring kecil kuah, satu piring kecil sayur tumis, satu piring kecil sayur, satu piring kecil sambal, satu potong ikan/daging atau lauk sesuai pesanan, satu piring biasa nasi, dan satu piring nasi tambah. Tujuh buah piring yang dihidang ini dihitung satu porsi, sekalipun nasi tambah yang ada dalam porsi itu kita habiskan, tetap dihitung satu porsi, tidak dihitung sebagai nasi tambah. Ini adalah ciri khas rumah makan Zam Zam.
Pelayanan Pondok Zam Zam juga unik untuk ukuran rumah makan selevel Zam Zam. Jika pesanan pelanggan sudah dihidang di atas meja, maka petugas pramusaji tetap berdiri di samping meja pelanggan, jumlah pramusajinya cukup ramai, sehingga tidak ada meja yang tak terlihat oleh pramusaji, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jika ada pelanggan yang ingin cepat dilayani dan tidak perlu menunggu waktu lama untuk dilayani. Begitu pelanggan selesai makan, pada saat yang sama sudah ada petugas yang membersihkan meja dan meletakkan bill-nya di atas meja pelanggan.
Kedua, mengenai harga. Apapun ikan dan lauk pauk yang anda makan, baik itu ikan panggang, ikan goreng sambal, ikan gulai, ayam goreng sambal hijau, ayam kecap manis, ayam panggang, rendang ayam dan daging, semua memiliki harga yang sama setiap porsinya, hanya Rp. 8ribu. Ingat…. !!! satu porsi adalah sekali hidang sejumlah 7 (tujuh) piring yang di dalamnya sudah ada nasi tambah yang tidak dihitung sebagai nasi tambah. Akan dihitung sebagai nasi tambah bila anda meminta di luar porsi yang tujuh piring tersebut. Dahsyat bukan? Ya, memang ada harga yang di atas itu, jika anda memesan ikan panggan nila yang ukurannya hampir sebesar piring nasi, ini harganya berbeda, Rp. 12-15ribu, tetapi tetap lebih terjangkau dibanding ikan yang sama di tempat lain. Jika anda makan satu porsi plus satu gelas teh manis dingin (mandi), totalnya Rp. 12ribu, itu setara dengan harga satu gelas kopi espresso di kafe-kafe di kota Medan. Jika ingin menikmati puding telor, harganya hanya Rp. 6ribu per porsi, juice Rp. 6ribu per gelas. Harga-harga di Zam Zam memang tergolong tidak normal, dan sangat berani.
Ketiga, distribusi. Dalam konteks bauran pemasaran, distibusi tak terlepas dari lokasi, transportasi, dan tingkat persediaan. Karena Pondok Zam Zam menyasar target untuk segmentasi menengah ke bawah, bilkhusus, mahasiswa, maka Zam Zam selalu dekat dengan kampus atau tempat-tempat keramaian pasar warga kelas menengah ke bawah. Zam Zam tidak pernah kehabisan persediaan karena pondok ini memang dibuka 24 jam, benar-benar 24 jam real time. Bahkan jika anda hobi puasa Senin Kamis, jangan khawatir untuk makan sahur, Zam Zam pasti buka.
Keempat, variabel terakhir dalam marketing mix, promosi. Tidak terlihat adanya aktifitas promosi seperti iklan di media cetak atau media-media lain. Ini menunjukkan percaya diri yang sangat tinggi karena Zam Zam bermain di area harga, yang hingga saat ini mungkin belum ada yang dapat menyaingi, jika pun ada, tingkat penguasaan pasarnya terbilang kecil dibanding Zam Zam sehingga tidak dibutuhkan promosi. Dalam teori Siklus Hidup Produk, Zam Zam tampaknya menikmati dan mampu bertahan pada tahap kemapanan dalam waktu yang cukup lama.
Dua kekuatan Pondok Zam Zam, yaitu harga dan pelayanan cukup menjadikan Zam Zam sebagai ‘pondok indah’ yang menggiurkan untuk dihampiri. Jika anda datang ke Medan, Pondok Zam Zam patut anda coba untuk membuktikan dahsyatnya harga dan pelayanan mereka, dan bagi pebisnis, tentu akan banyak ide yang anda peroleh dari manajemen usaha yang diaplikasikan oleh pengelola Pondok Zam Zam.
Kekuatan usaha anda dimana? Ayo beri ciri khas yang tidak dimiliki pesaing agar product life cycle anda bertengger lama pada tahap kemapanan/kedewasaan, dan dapat mengulur waktu agar tidak cepat sampai pada tahap decline, atau jika bisa, dari kemapanan langsung melompat ke tahap pertumbuhan kembali, mungkinkah 🙂
Baca juga: