Kabar yang dirilis salah satu media online lintasnasional.com mengenai batalnya dua investor asal Malaysia dan Lampung yang akan berinvestasi di Aceh sangat disayangkan, alasannya hanya karena tidak nyaman. Padahal investor dari Malaysia tersebut sudah empat kali bertemu dengan pihak pemerintah Aceh Utara di Malaysia, begitu juga pihak investor sudah empat kali berkunjung ke Aceh Utara. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Bupat Aceh Utara pada acara Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh ICMI di Aula Sekdakab Aceh Utara, Senin 02 November 2015,
Faktor keamanan dan kenyamanan menjadi alasan utama para investor untuk mempertimbangkan apakah mereka memutuskan berinvestasi atau tidak pada suatu daerah. Jika dua hal ini tidak terpenuhi, maka investor tidak mungkin mau mengambil resiko bisnis dari situasi yang tidak memiliki kepastian. Bisnis memang selalu diiringi oleh resiko, tetapi resiko dalam bisnis bisa diprediksi seperti resiko karena persaingan, adanya peraturan, terjadinya inflasi, dan situasi lain yang bisa diukur. Beda halnya dengan kondisi politik dan keamanan, ini adalah situasi yang relatif tidak dapat diukur dan diprediksi dalam perspektif bisnis, dan tidak dapat dikendalikan serta cenderung liar. Maka pebisnis tidak mungkin mau mengambil resiko jika tidak ada jaminan keamanan dan kenyamanan, ini spekulasi namanya.
Di tengah-tengah upaya pemerintah Aceh mencanangkan Aceh sebagai Bandar Wisata Islami dengan mengusung jargon damai, tentu saja kabar di atas menjadi ironi, karena di satu sisi pemerintah mengundang orang luar untuk datang ke Aceh, tetapi di sisi lain Aceh belum mampu membuktikan dirinya sebagai provinsi yang aman dan nyaman secara defakto kepada para calon pengunjung, apalagi investor. Padahal, karena keunikannya, Aceh sangat diminati untuk dikunjungi.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Aceh menyatakan bahwa jumlah penumpang internasional yang berangkat dari provinsi Aceh melalui bandar udara Sultan Iskandar Muda pada bulan September 2015 sebanyak 8.357 orang, mengalami peningkatan sebesar 43,00 persen dibanding bulan Agustus 2015. Sedangkan penumpang internasional yang datang pada bulan September 2015 sebanyak 5.611 orang, mengalami peningkatan sebesar 17,93 persen dibandingkan bulan Agustus 2015.
Demikian juga jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk melalui pintu kedatangan di provinsi Aceh pada bulan September 2015 sebanyak 2.391 orang atau mengalami peningkatan sebsar 15.40 persen dibandingkan dengan bulan Agustus 2015. Secara kumulatif pencapaian jumlah wisman Januari – September 2015 meningkat sebesar 5,59 persen terhadap periode yang sama di tahun 2014.
Data dan informasi di atas mengkomfirmasi bahwa Aceh memiliki daya tarik tersendiri untuk dikunjungi oleh wisman, dan ini merupakan peluang bisnis yang perlu direspon dengan menyediakan berbagai kebutuhan mereka saat berada di Aceh ataupun saat mereka kembali dalam bentuk souvenir yang memberikan kesan atas kedatangan mereka ke Aceh.
Jika pemerintah bersama-sama masyarakat tidak mampu meyakinkan pihak luar secara umum dan bilkhusus investor bahwa Aceh aman dan nyaman, maka ekonomi Aceh akan bergerak sangat lambat dan terseok seok mengejar ketertinggalan, konon lagi serapan anggaran setiap tahun yang selalu rendah. Stimulan-stimulan untuk menggairahkan perekonomian di Aceh sangat kering dan belum mampu merangsang tumbuhnya usaha-usaha sektor ril yang mestinya menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Aceh.
Baca juga :