Mar 082015
 

eksporimporindPasar Tunggal dan Basis Produksi adalah salah satu dari empat karakteristik utama MEA, dimana Pasar Tunggal dan basis Produksi memiliki lima elemen utama yang menjadi penyangganya, yakitu; (1) Aliran bebas barang, (2) Aliran bebas jasa, (3) Aliran bebas investasi, (4) Aliran modal yang lebih luas, dan (5) Aliran bebas tenaga terampil.

Aliran bebas barang merupakan komponen yang mengatur dan mengakomodasi bukan saja penghapusan tarif sebagaimana disepakati dalam AFTA, tetapi juga non-tarif yang selama ini dianggap sebagai motif proteksi. Penghapusan non-tarif dilakukan dengan cara membuat penyatuan prosedur. Dan untuk penghapusan hambatan non-tarif ini dilakukan secara berbeda pada setiap negara sesuai kondisinya.

Aliran barang-barang yang keluar masuk antara negara-negara Asean kelak tidak lagi diberlakukan bea masuk barang, kecuali barang-barang yang masuk dalam daftar Sensitif List (SL) dan Highly Sensitif List (HSL). Dan jadwal pemberlakuan penghapusan tarif dilakukan bertahap sesuai kondisi negara anggota dengan jadwal yang telah ditentukan, hingga pada tahun 2015 semua negara telah memberlakukan 100% produknya ber-tafir 0%.

Dalam diktum 13, Penghapusan Tarif untuk Aliran bebas barang, pada point (i), dijelaskan bahwa penghapusan bea masuk seluruh barang, kecuali barang yang termasuk dalam  Sensitif List (SL), dan High Sensitif List (HSL) selambat-lambatnya pada tahun 2012 untuk ASEAN 6 (Indonesia, Brunai Darussalam, Malaysia, Filiphina, Singapura, Thailand), dan selambat-lambatnya pada 2015 untuk CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam), dengan fleksibilitas bagi produk-produk sensitifnya selambat-lambatnya pada 2018, berdasarkan ketentuan protocol to amend the CEPT agreement for the elimination of import duties.

Untuk penghapusan hambatan non-tarif, sebagaimana hampir seluruh negara melakukan ‘proteksi’ ini, biasanya suatu negara menghambat masuknya barang dari negara lain dengan cara menerapkan non-tarrif barrier, yaitu; Standarisasi kualitas produk atau jasa, pembatasan kuota impor, memberlakukan prosedure atau peraturan khusus, struktur pasar, serta kondisi politik, ekonomi, dan sosial budaya. Berbagai hambatan non-tarif ini, dalam konsep MEA akan dihilangkan, dan akan dilakukan standarisasi yang lebih komprehensif yang berlaku untuk negara-negara ASEAN.

Sekelumit poin-poin penting yang tercantum dalam deklarasi MEA ini akan menjadi tantangan yang hebat bagi seluruh warga ASEAN yang mencapai 500juta penduduk ini. Persaingan kualitas barang bahkan keterampilan akan menjadi ketat. Walau tujuan besar dari MEA adalah memperkuat posisi dalam menghadapi pasar Global, tetapi, tak dapat dipungkiri bahwa antar negara ASEAN pun akan menghadapi tantangan yang berat juga. Semua negara tentu tidak ingin hanya jadi pasar semata, semua negara berlomba menjadi produsen. Untuk meminimalisir persaingan yang tak sehat. MEA dan AFTA telah mengatur dan kelak mensertifikasi semua barang dan asal barang yang keluar masuk demi menjaga keseimbangan negara anggotanya. Keunggulan kompetitif setiap  negara akan menjadi perhatian serius MEA.

Dari berbagai sudut pandang manapun, Indonesia, sangat mungkin akan menjadi negara yang kuat dan digdaya. Sumber Daya Alam melimpah, SDA memadai, wilayah yang luas, jumlah penduduk yang besar, dan banyak faktor lain yang menggambarkan Indonesia menjadi negara yang kuat di kawasan Asia jika pemerintahan dan rakyat bekerjasama dengan baik. Pengelolaan sumber daya alam yang seimbang serta bagaimana kebijakan pemerintah dalam memperlakukan sumber daya manusia yang ada.

Baca juga:

Mar 062015
 

AECSkenario hidup kita sudah terbentang di peta, negara-negara di dunia tanpa kecuali terus menerus memantau situasi dan kondisi untuk memastikan rakyatnya survive, negaranya survive, keutuhan dan kedaulatan teritorial serta dapat memastikan kekuasaan tetap berada dalam genggaman rakyat negara bersangkutan. Untuk itu selalu penting untuk mengetahui dimana posisi kita dalam setiap perubahan perjalanan skenario peta dunia ini.

Untuk mempertahankan semua itu perlu kerjasama yang kuat dengan membentuk komunitas antar negara ‘sewilayah’. Amerika Utara punya NAFTA,  Nort American Free Trade Area, di Eropa ada European Union, EU. Afrika Selatan ada COMESA, Common Market for Eastern and Southern Africa. Asia Pasifik juga telah membentuk APEC. Dan Asean juga memiliki AFTA, Asean Free Trade Area.

Dalam ulasan seorang praktisi dan pemerhati AFTA, Bambang Sugeng, melalui bukunya berjudul, How AFTA Are You? menjelaskan secara detail bagaimana AFTA berlaku. Bambang menjawab banyak pertanyaan A sampai Z tentang liberalisasi perdagangan AFTA. Salah satu yang dapat saya tangkap adalah, AFTA hanya berlaku untuk barang, bukan jasa.

Yang paling mutakhir, kita telah berada di pintu gerbang utama MEA, ya, Masyarakat Ekonomi Asean, yang dideklarasikan di Singapura, pada tanggal 20 November 2007 lalu oleh 10 negara-negara Asean, termasuk Indonesia. Deklarasi Cetak Biru Komunitas Ekonomi Asean, Asean Economic Community Blueprint.

Berdasarkan cetak biru KEA ini, 10 negara Asean – Brunai Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filiphina, Singapura, Thailand, dan Vietnam – bersepakat dan menegaskan komitmen bersama untuk mempercepat pembentukan komunitas Asean, termasuk pilar-pilar KEA-nya pada tahun 2015, tinggal beberapa hari lagi kita masuk dalam era KEA ini.

Berbeda dengan AFTA, KEA bukan sekedar liberalisasi perdagangan barang semata, tetapi telah mengakomodasi isue-isue liberalisasi terhadap perdagangan barang dan jasa. Setidaknya ada 4 (empat) pilar utama KEA yang kemudian ditegaskan dalam 77 point rincian teknisnya (akan saya ulas point per point pada artikel berikutnya). Empat pilar tersebut adalah; (A) Pasar Tunggal dan Basis Produksi, (B) Kawasan Ekonomi yang Kompetitif. (C) Pembangunan Ekonomi yang Setara. (D) Integrasi ke Dalam Ekonomi Global.

Menghadapi KEA, ayo, kita berjiwa besar dengan meningkatkan kapasitas diri. Jangan berhenti di posisi saat ini saja. Bagus sekali jika punya keterampilan menciptakan barang, tapi memang dengan catatan, adanya dukungan pemerintah secara serius dengan menciptakan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada pembentukan jiwa dan semangat kewirausahaan dan kemandirian pada generasi muda Indonesia. Dan kebijakan tersebut tidak cukup hanya dalam bentuk keputusan di atas kertas, tetapi perlu keberanian pemimpin untuk melawan intervensi politik agar semua kebijakan dapat dieksekusi.

Baca juga :