Feb 242015
 

mineralakiklapak-lapak pedagang batu mulia semakin ramai bermunculan di pinggir jalan kota Banda Aceh dan sekitarnya, fenomena serupa mungkin saja terlihat juga di kabupaten/ kota lain di luar Banda Aceh, hal ini dapat kita telusuri melalui sosial media, dimana masyarakat di hampir seluruh kabupaten/ kota mengiklankan berbagai jenis dan bentuk bebatuan alam ini untuk dijual.

Yang menjadi pertanyaan adalah, mengenai harga. dari beberapa kali saya melakukan survei kecil di berbagai tempat lokasi lapak dibuka, tidak ada harga standar yang menjadi patokan pembeli secara pasti. harga hanya ditentukan oleh pedagang sesuai seleranya, tidak merujuk pada suatu norma apapun, kecuali nama batu yang secara umum telah mendapatkan pasar atau dihargai melalui rujuakan ketersediaan batu.

Giok misalnya, karena nama besar giok, harganya jauh di atas jenis batu lain, walau ada tingkatan, seperti Giok Super dan non super, umumya harga batu giok perkilogram nya bisa mencapai 10-15 juta, bahkan dengan pelabelan supernya, giok bisa dihargai pedagang di angka 25-30juta/kg. Sedangkan batu-batu lainnya, dijual eceran dengan harga perpotong ukuran jadi dua mata cincin Rp. 10-20ribu saja.

Disamping itu, yang saat ini mulai naik daun adalah Cempaka sirup, karena keunikannya, harganya pun melambung, untuk ukuran sepertiga telapak tangan dengan ketebalan lebih kurang 2,5 – 3 centimeter, harganya mencapai 600ribu – 1,5juta, tergantung bentuk dan seberapa diperkirakan isi dagingnya dapat menjadi cincin atau seberapa yang terbuang karena kulit atau lekukan kosong di dalam batu.

yang lain, seperti, kecubung, black jade, belimbing, cempaka berjenis orange atau warna jernih selain sirup, harganya sangat terjangkau karena stock barang berlimpah, padahal dari sisi keindahan, batu-batu jenis ini juga sangat menarik. Inilah yang jadi pertanyaan, bahwa penetapan harga bebatuan mulia ini tidak merujuk pada standar kualitas kandungan mineral pada batu tesebut. Para pedagang belum memasukkan unsur ilmiahnya dalam penilaian dan penghargaan terhadap batu ini, dan juga belum memikirkan nilai seni yang dikandung, tetapi masih sebatas ketersediaan barang yang ada di lapak atau di alam.

Disebut batu mulia karena kandungan mineralnya yang tinggi. Semakin tinggi kandungan mineral pada batuan tersebut, maka semakin keras batu tersebut. dan setiap kandungan mineral memiliki struktur yang berbeda sesuai kadar mineralnya.

Batu mulia ini pertama sekali diberi penilaian mengenai kekerasan karena kadar mineralnya pada tahun 1822 oleh Friedrich Mosh. Nama akhirnya, Mosh, dijadi standar pengukuran tingkatan keras mineral pada batu mulia ini, dan hingga saat ini dikenal dengan istilah Skala Mosh. Skala Mosh dinyatakan dalam tingkatan dengan simbol angka 1 – 10. Berikut adalah makna simbol tingakatan keras mineral batu mulia menurut Skala Mosh;

  1. Talc
  2. Gipsum / Gips
  3. Kalsit / Calcite
  4. Fluorit / Fluorite
  5. Apatite
  6. Orthoclase / Feldspar
  7. Kuarsa / Quartz
  8. Topas
  9. Korundum / Corundum
  10. Diamond / Intan

Simbol angka ini menunjukkan bahwa, semakin tinggi angkanya maka semakin tinggi kadar mineralnya, semakin keras batu mulia tersebut. Talc merupakan mineral yang paling lunak, sedangkan Intan adalah mineral yang paling keras dengan simbol ankga 10.

Ada baiknya, penetapan harga-harga batu mulia ini mengikuti standar yang baku untuk dapat menetapkan harga sesuai kandungan mineralnya, dengan begini, batu alam akan memiliki pasar yang stabil karena price-nya terstandar dan bisa bersaing dengan batu-batu alam lain yang sudah muncul dan dipercaya pasar internasional sebelumnya. Jika tidak, pasar batu mulia dari Aceh akan kesulitan menembus pasar yang lebih luas karena kurangnya data dan informasi mengenai batu-batu mulia ini.

Baca juga:

Batu Giok Aceh Naik Daun, Siapa Untung?

Feb 182015
 

kristalMasih seputar batu mulia. Beberapa minggu terakhir ini di sebagian sepanjang jalan Soekarno- Hatta, Lampeuneurut, persisnya di depan kantor MPU Aceh, setiap hari dari pagi hingga menjelang magrib ramai kerumunan manusia, tua muda, laki laki perempuan, miskin kaya, yang berjalan kaki dan bersepeda motor hingga bermobil mewah berburu batu mulia. Lokasi ini jadi pasar baru pasca booming batu mulia Aceh, barangkali, saking banyaknya persediaan batu di Aceh, khususnya Nagan dan Aceh Jaya, pasar pasar kejut bermunculan di hampir setiap sudut kota.

Yang menarik, di atas lapak lapak para pedagang batu ini ditumpahkan segala jeis dan bentuk batu batu mulia. Kebanyakan yang dijajakan disini adalah batu bongkahan, batu dalam bentuk aslinya yang sudah dipotong potong dalam berbagai ukuran, tetapi setiap potongan menyisakan kulit batu seperti aslinya agar pembeli yakin bahwa batu tersebut memang asli. Harganya? Waooww… Fantastis. Untuk jenis Cempaka ukuran setengah telapak tanan dewasa dengan ketebalan kira kira 3 sentimeter dibandrol dengan harga Rp. 400ribu. Jika beru tung, bisa dapat harga Rp. 350ribu. Jangan tanya jika anda selera sama batu giok super, dengan ukuranyang sama, akan dihargai puluhan juta. Saat ini Giok semakin sulit diperoleh, seperti halnya cempaka sirup, kalau ada, maka cempaka sirup mungkin akan dihargai seperti Giok.

Hal lain yang menarik di antara lapak lapak batu alam ini adalah batu yang berwarna keunguan, orang menyebutnya dengan Lavender, karena warnanya memang seperti warna bunga Lavender. Jika sudah diasah, bentuknya bening keunguan dengan motif yang sangat indah di agian dalamnya, secara kasat mata dapat dilihat dengan jelas. Disamping yang diasah, tersedia banyak bongkahan batunya yang belum diasah, masih utuh seperti saat diambil dari tempatnya.

Yang unik adalah bentuk batunya, pedagang batu ini mengatakan ini adalah kristal. Saya sempat termangu memandanginya, karena bentuk batu ini semuanya bersegi enam, ya, seperti bentuk piramida bersegi enam, baik bongkahan besar maupun bongkahan yang kecil, setiap tumpukan batu ini terdiri dari kumpulan bongkahan kecil dan besar yang semua setiap bongkahannya berbentuk piramida segi enam, tidak ada yang berbeda, persis seperti dicetak di pabrik.  Dan memang begitu bentuk batu kristal ini dari alamnya. Harga batu kristal ini pun fantastik, untuk ukuran sekepal tangan bayi dibuka harga Rp. 350ribu, sebesar kepalan tangan dewasa bisa mencapai 1,5 – 2juta.

Jika anda tertarik melihat-lihat keindahan batu hadiah dari Sang Pencipta ini, silahkan atang ke Banda Aceh. Dan… Jangan khawatir, di beberapa lapak lapak tersebut juga ada yang menjual batu seperti menjual kue, enam potong hanya Rp. 120ribu, ya, dua puluh riburupiah, ini adalahpecahan pe ahan kecil batu batu yang dipitong, walau terlihat banyak kulit, tetapi setiap potongnya bisa dapa satu atau dua cincn jadi. Dan saya sudah membeli barang yang eceran ini, cempaka madu, tetap cantik dan indah.

Selamat berbuu batu…

Baca Juga:

Bisnis Batu Akik Masih Booming

Jan 282015
 

akikDemam batu akik masih berlangsung, bahkan sudah merambah secara nasional. Harga batu akik tinggi, bahkan semakin baik trend-nya. Pasca pameran batu akik di Paladdium Mall, Medan, 22 – 25 Januari 2015 baru-baru ini, peminat batu akik semakin ramai, dalam waktu dekat pameran juga akan diselenggarakan di Jakarta dan Bandung.

Terlepas dari harga batu akik menurut variannya, bahwa harus diakui, secara umum harga batu akik hingga saat ini masih stabil dan bertahan, asaosiasi pecinta batu akik secara serempak di seluruh negeri bahu-membahu menaikkan posisi tawar batu mulia ini agar tetap memiliki pasar yang potensial. Jika bisnis batu akik ini bertahan lama dari segi harga dan pasar, akan sangat membantu perekonomian masyarakat di tanah air, karena terbukanya unit usaha baru yang dapat menyerap tenaga kerja.

Ada beberapa hal yang menjadi catatan penting sebagai upaya untuk menjaga keberadaan batu akik ini agar menjadi bisnis jangka panjang, tidak redup dengan tiba-tiba seperti halnya musim bunga anthurium beberapa waktu lalu, melejit sebentar dan jatuh tak berharga; (1) Memperkuat asosiasi pencinta batu akik sebagai wadah dan jalur komunikasi bisnis untuk memperkuat posisi tawar. (2) Menerbitkan sertifikat batu akik, seperti halnya sertifikat emas.

Dua hal ini diperlukan untuk menjamin keaslian dan asal-usul batu akik tersebut. Dengan adanya sertifikasi akan mejadikan harga batu relatif terjaga karena pasar akan berasumsi bahwa batu akik merupakan batu yang langka karena persediaannya terbatas dan memiliki nilai yang tinggi karena sifatnya. Selain itu, sertifikasi akan berdampak pada perluasan pasar batu Akik hingga keluar negeri, tetapi dalam bentuk barang jadi, bukan bahan mentah.

Berbagai informasi yang beredar saat ini bahwa, sebagian besar material bahan mentah batu mulia kualitas nomor wahid yang berada di daerah asalnya telah dibooking oleh warga asing untuk dibawa keluar, akses yang sama tidak dapat diperoleh oleh pebisnis lokal dikarenakan pebisnis batu mulia di tanah air kurang kompak dan cenderung bermain sendiri-sendiri. Untuk diketahui, dampak dari dibawanya batu batu ini keluar, stock di negeri sendiri menjadi menipis, bahkan bisa kosong, yang tersedia hanya batu kelas dua dan seterusnya. Batu yang dibawa keluar ini akan diolah menjadi barang jadi dalam bentuk perhiasan mewah dan dipasarkan kembali di tanah air dengan harga yang sangat tinggi. Gejala ini sudah disadari oleh pebisnis lokal, tetapi mereka belum melakukan upaya antisipasi secara terencana karena belum kuatnya asosiasi pebisnis batu dalam negeri. Atau secara individu memang ada yang secara diam-diam melakukan transaksi dengan warga luar karena mendapat keuntungan yang besar dari pada menjualnya kepada warga lokal.

Untuk lebih mudah menandai gejala ini, dapat kita lihat di pasar-pasar batu di daerah, beberapa batu kualitas nomor satu sudah mulai langka, karena sudah dipesan oleh ‘toke-toke’ agar tidak menjualnya di pasar lokal, mereka sudah memberikan harga yang lebih menggiurkan dibandingkan dijual kepada pebisnis lokal. Melihat fenomena ini, sangat diperlukan upaya penguatan asosiasi pebisnis batu dalam negeri agar kelak batu mulia tersebut tidak menjadi barang yang siklusnya ‘dari rakyat kepada toke dan untuk rakyat’, artinya, bahan mentah diambil dari rakyat diberikan kepada toke, dan dijual kembali kepada rakyat dalam bentuk barang jadi.

Baca juga :

Jan 192015
 

bungaakikMengamati trend batu akik saat ini mengingatkan kita pada masa-masaoh hebohnya beberapa jenis bunga di tanah air. Kira-kira kurun waktu tahun 2006 hingga 2008, entah dari mana bermula, sebatang Anthurium jenis Jenwave Black Buise ditawarkan oleh sebuah nusrsery dengan harga 250juta (Dua ratus lima puluh juta rupiah), seharga rumah mewah saat itu. Saya bahkan belum melihat bagaimana bentuk bunganya, tapi daun bunga ini hijau seperti daun-daun bunga lainnya, bentuknya mirip daun mangga, tetapi lebih besar.

Ada yang lebih gila lagi, di tempat lain pemilik Anthurium Jenmanii menawarkan bunganya seharga Rp. 1,2 Milyar, membuat kita tak habis fikir. Saya sering merenung dan bertanya, berapa lama kah tanaman tersebut hidup, apakah bunganya memang sedemikian indah? Atau apakah hanya karena bunga tersebut berasal dari belanara Amazone di Amerika sana? Atau karena tanaman ini jenis tumbuhan yang berumah satu dimana setiap satu bunga terdapat dua jenis kelamin, jantan dan betina? tapi yang jelas, kemunculan tanaman hias dengan harga melebihi intan berlian ini redup dan menghilang sering datangnya musin Euphorbia, begitupun, Euphorbia juga ‘layu’.

Kembali ke batu akik, seumur hidup saya, baru kali ini saya merasakan puncak heboh batu akik pasca terjualnya Giok Aceh kepada warga Canada seharga 2,5 milyar, itu angka yang sangat fantastik. Musim batu akik ini sedikit tidaknya membuat banyak masyarakat terbelalak dan ikut mengambil peran sebagai pebisnis dadakan. Bagaimana tidak harga batu mulia ini yang semula pernah ditawarkan ke saya di awal musimnya hanya 500ribu – 1,5 juta per kilo gram, saat ini harga dibuka mulai Rp. 20 – 25juta. Di luar angka psikologis bagi orang yang awam terhadap batu, tapi mungkin akan berbeda pandangan bagi orang yang memang hobi dan menghargai keindahan batu ajaib ini.

Ada fenomena yang saya rasakan mulai berbeda, antusiasme masyarakat untuk memiliki batu akik ini terlihat melemah karena harganya yang sudah di luar kendali, jika pasar sasarannya adalah masyarakat lokal, maka strategi pebisnis batu ini cenderung bunuh diri, tapi jika memang yang ditarget adalah pasar luar, mungkin masuk akal. Tapi melihat perilaku para pebisnis batu akik ini, sepertinya pasar sasarannya bias, belum terfokus, dan penetapan harga sangat terburu-buru, sehingga calon pembeli yang semula ingin membelli, menunda terlebih dahulu sambil melihat situasi permintaan pasar, jika permintaan melemah, dengan sendirinya harga akan turun, jika asumsi ini berlaku umum bagi calon pembeli, maka pebisni batu akik akan merasa terpukul karena ekspektasi dan prediksi mereka terlalu tinggi dengan mematok harga tinggi. Mestinya, jika memang harga yang lebih murah atau sedang saja banyak yang ingin membeli, sebaiknya dilepas saat itu juga, jangan menunggu terlalu lama, disamping jeda waktu menunggu tersebut akan dapat menyatukan persepsi calon pembeli yang tiba-tiba kompak menunggu harga turun, penundaan jual tersebut juga akan berdampak pada perlambatan perputaran uang, secara ekonomis, rugi.

Dua benda unik yang saya munculkan di atas memiliki kesamaan trend, dimana masa jayanya sangat singkat. Dalam kasus tanaman hias, juga terjadi hal yang sama, beberapa kerabat saya yang memiliki bunga Anthurium jenis yang mahal, pernah ditawar pembeli Rp. 50juta per batang, tetapi dia tidak mau menjualnya, dan hanya akan melepasnya jika ada pembeli yang mau membayar Rp. 75juta. Akhirnya memang bunga tersebut tak terjual hingga sekarang, dia pun menyesal, karena sekarang, jangankan 50juta, 500ribu pun ditawarkan, orang sudah tak mau membeli.

Saya meyakini bahwa kondisi ini disadari oleh pebisnis batu akik saat ini, tetapi, mereka tetap berspekulasi dengan harga tinggi. Untuk menutupi celah waktu yang dapat memberi peluang calon pembeli berfikir serempak untuk membeli pada saat harga turun, maka asosiasi pebisnis batu akik mengadakan ‘show of force’ pameran di beberapa provinsi seperti Jakarta, Medan, dan Aceh agar nilai tawar batu akik dapat ditingkatkan, paling tidak bertahan, dan memperoleh perpanjangan waktu di harga yang stabil. tapi yakinlah, ini tidak bertahan lama, karena selama ini memang tidak ada upaya sistematis dan terkonsep serta terorganisir untuk mengupayakan adanya komunitaa-komunitas baru penggemar batu akik. Mereka dari tahun ke tahun hanya itu itu saja, sehingga pasarnya stagnan dan tidak berkembang. Asosiasi penggemar batu akik pun hanya muncul pada saat booming yang tidak disetting dan tidak terorganisir dengan sistematis.

Saran, sebelum masa declining benar-benar tiba, sebaiknya pebisnis batu akik menstandarkan harga agar lebih terjangkau  di berbagai kalangan dan pasarnya dapat lebih luas hingga mencapai ke semua lapisan masyarakat. Adapun kalangan berkelas, yang tidak ingin sama dengan masyarakat awam, dengan mereka dapat dilakukan komunikasi jalur khusus yang ekslusif dengan tetap menjaga identitas mereka sebagai pengguna kelas atas.

Selamat berbisnis…

Baca juga:

 

 

Jan 122015
 

IMG_20150112_151929Awal-awal heboh Batu Giok Aceh di pertengahan tahun 2014 lalu, banyak teman-teman yang menawarkan batu tersebut kepada saya untuk dipasarkan. Dengan susah payah teman-teman saya meyakinkan bahwa Batu Giok Aceh akan mendapat perhatian masyarakat Indonesia. Sebagai orang awam terhadap batu, saya meresponnya biasa saja, tidak begitu tampak prestise dan prestisius, apalagi ‘bernafsu’ untuk berbisnis batu mulia tersebut.

Teman-teman di Facebook setiap hari terus menerus meng-upload gambar-gambar batu dari berbagai jenis yang berasal dari Nagan Raya, Indogcrase, cempaka, neprid, dan banyak jenis dan nama batu yang asing di telinga saya. bahkan beberapa teman meminta izin men-tag nama saya untuk sekedar menyampaikan informasi tentang batu-batuan ‘aneh’ ini, sebagai teman, saya tidak keberatan, lagi pula, pikir saya, jika memang batu ini bisa membantu membuka peluang kerja di masyarakat, tentu menjadi hal yang sangat baik bagi perubahan ekonomi masayarakat di Aceh.

Suatu waktu, karena memang kebetulan, saya bertemu dengan teman lama di sebuah coffee di Medan, Tarmizi Nagan. Dengan semangat 45 dia memberikan informasi yang sangat banyak tentang batu alam dari Nagan, dan, saat itu, batu Nagan belum naik daun, sehingga untuk 1 kg giok, Tarmizi menawarkan kepada saya hanya seharga Rp. 1,5 juta, dengan asumsi, bongkahan batu tersebut akan bisa dijadikan cincin jadi sebanyak 10 – 15 butir, tergantung cara menggosoknya. Tapi saya mengulur waktu karena belum paham benar seluk-beluk batu, dan sama sekali tidak tertarik, hingga akhirnya saya kembali ke Banda Aceh saat pulang liburan, terkena sedikit virus batu mulia Aceh, ceritanya dapat dibaca di artikel ini;

Sekarang Batu Aceh sudah naik Daun, harga Indocrase dibuka mencapai 20-25juta per kilogram-nya. Dalam waktu dekat Batu Mulia asal Aceh akan mendampingi batu-batu mulia dari wilayah lainnya, berkompetisi di ajang Pameran Batu Mulia Terbesar di pusat perbelanjaan Grand Paladdium Medan. Batu-batu yang sudah malang melintang di dunia pecinta batu mulia diantaranya; Bacan jenis Palamea Super dari Ternate, Maluku Utara, Batu jenis Pucuk Pisang, Kumbang, dan Sayur yang terkenal dengan warna hijau mudanya dari Dalmasraya, Sumatera Barat, batu akik Pancawarna dan akik hijau dari Garut, Jawa Barat, Batu Akik Anggur, Batu Akik Anggur Spiritus Biru Langit Kristal Baturaja, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Dan banyak lagi jenis bebatuan yang diperkirakan mencapai ribuan jenis yang didatangkan dari dalam dan luar negeri

Aceh tentu saja akan masuk sebagai pemain baru dengan andalan giok-nya. Oleh karena itu, Aceh juga akan mendapat kesempatan menjadi tuan rumah pameran batu mulia. Medan, sebagai kota metropolitan dengan putaran ekonomi yang tinggi dan berskala nasional bahkan internasional memiliki kesempatan yang sangat besar sebagai mediator perputaran batu mulia di tanah air. Sumatera Utara belum menjadi penghasil batu, hanya sebagai even organizer. Seperti biasa, barang apapun yang muncul dari daerah mana pun, Medan selalu menjadi motor penggerak pasarnya. Aceh boleh punya Giok, Tapi Medan yang punya peran.

Bagi pencinta batu mulia, bisa melihat langsung pameran yang akan dihadiri lebih kurang 150 pedagang batu mulia dari seluruh tanah air, bukan hanya batu mulia, di Paladdium juga akan dipamerkan intan dan berlian. Pameran ini sekaligus ingin merintis jalan untuk menjadikan Grand Paladdium sebagai pusat bisnis batu alam terbesar kedua di tanah air setelah Central Batu terbesar di Asia, yaitu, Pasar Rawa Bening Jati Negara, Jakarta Timur.

Selamat datang pencinta batu mulia se-tanah air di Grand Paladdium, Jalan Kapten Maulana Lubis Medan, 22 hingga 25 Januari 2015.

baca juga:

 

 

Dec 262014
 

BatuBisnis baru yang sedang booming sekarang adalah bisnis batu, ya, batu cincin. Bagi penggemar dan kolektor batu akik, hal ini sudah biasa dalam keseharian mereka, tapi untuk tahyn 2014 ada yang istumewa. Giok Aceh jadi topic trending di dunia perbatuan pasca terjualnya salah saty batu giok milik Fadil kepada warga Canada seharga 2,5 milyar. Angka yang sangat fantastik untuk sebuah batu cincin ukurang normal. Saat tanya wartawan mengapa dia mau membeli dengan harga itu, dan apakah dia memang sudah kelebihan uang? Warga Canada tersebut mengatakan bahwa dia telah berkeliling dunia mencari batu giok yang berkualitas, tapi belum dapat, baru inilah dia menemukan batu giok yang berkualitas tinggi sehingga dia rela mengeluarkan kocek 2,5 milyar tanpa beban.

Saya bukan penggemar batu akik, tapi hari ini saya merasakan hal lain saat menjemput seorang kerabat keluarga di bandara dari Riau. Kedatangannya ke Aceh hanya untuk urusan batu cincin. Sebelumnya kerabat saya ini sudah menghadiri kontes giok nasional di Jakarta, dan akan ikut lagi di kontes berikutnya di Palladium Mall, Medan. Rasa ingin tahu saya semakin besar, dan malam setelah menjemput dia di Bandara, ngopi sebentar di Ringroad, kami menjumpai seseorang dikawasan pasar Peunayong untuk mengambil batu, material, bahan mentah batu cuncin. Ini asli Nagan Raya punya, katanya. Singkat cerita, batu itu sudah berada di tangan kami, hanya seukuran telapak tangan dewasa dengan ketebalan kira-kira 2,5-3 cm, beda dengan batu biasa, batu ini berkulit dengan balutan seperti batu karang, untuk melihat isinya harus dikupas sedikit kulitnya, seperti mengupas kulit salak.

Tak ada yang tampak istimewa jika dilihat fisik seadanya, bahkan lebih buruk dari bebatuan yang serung kita lihat di jalan dan halaman rumah kita. Tampak tak bernilai sama sekali, setidaknya bagi saya pribadi. Tapi alangkah terkejutnya saya, saat Ricky, kerabat saya ini, menempelkan senter HPnya ke permukaan batu yang terkupas salah satu sudutnya itu. Luar biasa…

Waooowww… Warna daging batu itu terlihat jelas merah seperti sirup, kalau tak mau dibilang merah darah, menakjubkan. “Ini cempaka” kata Ricky dengan senyum leganya. Karena keunikannya, berkali-kali saya bolak-balik dan senter batu itu, tetap berwarna merah menyala. How it can be? Menakjubkan, pantas warga Canada itu mau gila menggelontorkan uangnya 2,5milyar hanya untuk Giok, ya.. Tapi giok Aceh, yang dari Nagan, begitu kata orang,  🙂

Apakah cukup anda memiliki batu material itu untuk memperoleh nilai yang tinggi? Belum tentu. Ricky jauh-jauh datang dari Riau ke Aceh, bukan hanya mengambil batu, tetapi membawa batu-batu lain dari wilayah Riau, Sumbar dll. Menjualnya di Aceh? No, no way. Penggemar dan pebisnis batu Aceh tak akan mau beli  dan jual batu dari daerah lain untuk saat ini, selain beda kualitas, juga karena ingin mempertahankan nilaitawar batu Aceh, begitu pengakuan Bibi, salah seorang penggemar, kolektor, sekaligus pebisnis pemula batu Aceh.

Nah, Ricky membawa batu-batunya ke Aceh hanya untuk mengasah, membentuk dari bahan mentah ke barang jadi cincin siap pakai. Mengapa? Ternyata, hanya di Aceh yang memiliki skill yang lebih baik untuk mengolah batu itu menjadi indah, simetris, dan terlihat hidup, serta kemampuan pengasah batu Aceh dalam memilih bagian-bagian batu agar terlihat bening setelah digosok. “Tapi nggak semua juga bang, pengasah batu yang sudah dapat pengakuan itu pengasah di Bireuen, kualitas terjamin”, demikian sambung Ricky.

Hmmm… Anda punya bahan mentah batu giok dan sejenisnya? Silahkan asah dan olah di Bireuen untuk memperoleh keindahan dan nilai tawar yang lebih asoi…

Baca juga: