Jan 202015
 

bisAcehWarga Aceh biasanya belanja barang kebutuhan untuk bisnis selalu di Medan, kota terdekat yang menyediakan berbagai jenis barang. Pagi selesai subuh berangkat dengan pesawat pukul 06.30, tiba di Medan jam 07.15. dari pagi hingga sore adalah waktu yang panjang untuk mengelilingi toko-toko penyedia barang di kota Medan. Sore mengepak barang untuk dibawa pulang, dan jam 20.30 kembali ke Aceh dengan jadwal penerbangan akhir. Istilah orang Medan dan Aceh, pulang hari. Dalam satu hari bisa pulang pergi. Untuk tiket pesawat Banda Aceh – Medan biasanya rata-rata sejumlah R. 270 – 300ribu. Cukup terjangkau.

Itu cerita dulu, sebelum 2013, saat aktifitas landing dan take off pesawat masih di bandara Polonia yang terletak di tengah-tengah kota Medan, masih sangat mudah mengakses kota Medan karena tidak butuh waktu yang lama untuk sampai di pusat kota, bahkan aktu transit pun masih bisa untuk berlari keluar sebentar sekedar beli oleh-oleh atau bertemu teman di lopi bandara. Sekarang Bandara Polonia tinggal kenangan bagi pesawat komersil, semua aktifitas penerbangan komersil sudah pindah ke bandara baru, Kuala Namu, berjarak sekitar 40km dari kota Medan, dengan perikiraan waktu tempuh 1 jam jika kondisi normal, 1,5 jam jika macet sedang, dan bisa mencapai 2 jam dalam kondisi macet parah. Jika ingin cepat, dengan kereta api dengan waktu tempuh 30 – 40 menit,

Pindahnya aktifitas penerbangan ke Kuala Namu memberikan hikmah lain bagi moda transportasi Antar Kabupaten Antar Provinsi dari Aceh. Selama ini mereka tersiksa karena murahnya tiket pesawat, pelanggan memilih pesawat dari pada bus karena lebih efektif dan efisien, dan dapat mengoptimalkan waktu belanja di Medan dari pada dengan bus menghabiskan waktu 11-12 jam di jalan. dengan pindahnya aktifitas penerbangan ke Kuala Namu, sangat berdampak positif bagi perkembangan Bus AKAP Aceh, hal ini terbukti semakin bertambahnya perusahaan otobus yang baru di Aceh seperti Sempati Star, Royal dan Sanura. Bukan hanya itu, perusahaan-perusahaan lama juga terus menambah unit-unit armada baru dengan jenis bus yang semakin ‘garang’.

Mengapa bisa demikian? Masyarakat Aceh yang belanja ke Medan lebih memilih mengoptimalkan waktu saat berada di Medan agar proses belanja bisa lebih nyaman dari pada menghabiskan waktu di jalan saat sudah berada di Medan. Persoalannya adalah pada waktu tiba di kota Medan. Jika menggunakan pesawat dan turun di Kualanamu, maka dengan jarak dan waktu tempuh tersebut, bisa saja mereka akan tiba di Medan pukul sembilan atau bahkan pukul 10, karena dari Kuala Namu angkutan bandara hanya turunkan penumpang di Gagak Hitam Ringroad untuk penumpang ALS, bus Damri di Carrefour dan Amplas, Kereta Api di Merdeka Walk.

Berbeda dengan pesawat, perjalanan bus dari Aceh ke Medan ditempuh pada malam hari mulai dari jam 7, 8, 9, 10 dan jam 11, dan sampai di Medan 10-11 jam kemudian. Waktu ini dapat digunakan istirahat di dalam bus, sehingga tiba di Medan, mereka bisa langsung ke pasar untuk belanja karena waktu istirahat cukup di dalam bus yang memang disetting dengan fasilitas berstandar tinggi. Full AC, Toilet, TV, Selimut, Snack, tempat duduk yang nyaman, full WiFi, dan jadwal berangkat yang tepat waktu. Standar ini berlaku untuk semua kelas, yang membedakan setiap kelas adalah jumlah seat pada setiap bus, baik yang bertipe 2-1 maupun 2-2.

Walaupun ada sebagian yang tetap menggunakan pesawat untuk ke Medan, tetapi melihat semakin bertambahnya armada bus Aceh, memberikan gambaran bahwa perpindahan bandara ke Kuala Namu berdampak positif terhadap peningkatan penumpang Bus dari Aceh ke Medan dan sebaliknya. Beberapa penumpang mengakui, bahwa jika tujuannya adalah ke Medan, mereka lebih memilih naik bus dari pada pesawat dengan alasan lain, tidak mau repot menghadapi macet dan ingin cepat sampai di kota Medan.

Baca juga: