Sep 262016
 

wisata-halal-dan-islamofobiaData yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang 2015 mencatat bahwa penduduk mancanegara yang berkunjung ke Indonesia (wisatawan mancanegara dalam arti luas) mencapai 10,41 juta kunjungan, dengan rincian 9,73 juta kunjungan wisatawan mancanegara reguler, 370.869 kunjungan warga negara asing (WNA) yang memasuki wilayah Indonesia melalui Pos Lintas Batas (PLB), serta 306.540 merupakan kunjungan singkat WNA atau kunjungan khusus lainnya.

Data kunjungan ini masih sulit diidentifikasi karena pencatatannya dilakukan secara umum, sehingga tidak dapat diketahui jenis kunjungan untuk kepentingan apa. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Pengamat Pariwisata Ida Bagus Surakusuma, yang menyatakan bahwa pencatatan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia masih dicampur penduduk mancanegara di pos lintas batas.

Walau demikian, setidaknya kita masih dapat mengetahui besaran devisa yang masuk atas kunjungan wisman tersebut. Di tahun 2015 jumlah kunjungan wisman sebanyak 10 juta; jumlah perjalanan wisnus 255 juta; kontribusi pariwisata terhadap PDB Nasional sebesar 4%; devisa yang dihasilkan sekitar Rp 155 triliun, dan lapangan kerja yang diciptakan sebanyak 11,3 juta ; angka indek daya saing naik signifikan 20 poin menjadi ranking 50 dari 141 negara. Dan ditahun 2016 ditargetkan mencapai 12juta kunjungan dengan proyeksi devisa 172 trilyun, kontribusi pariwisata naik menjadi 5%, hanya 1% dari tahun sebelumnya. Ini tentu angka yang sangat pesimistis jika dilihat dari potensi wisata luar biasa yang dimiliki Indonesia. Salah satu kelemahan yang terlhat dari rasa pesimis ini disebabkan karena tidak adanya data statistik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi bentuk, jenis dan ragam wisata yang berlangsung di Indonesia, sehingga dalam kampanye pariwisata tidak menyentuh pada sasaran yang benar-benar memiliki potensi belanja wisata yang optimal sesuai segmentasi pasar yang ada. Jenis pariwisata saat ini semakin beragam dan memiliki pasar yang semakin tersegmentasi. Salah satu pasar wisata global yang memiliki potensi belanja yang besar adalah wisata halal.

Dalam laporan States of Global Islamic Economy (SGIE) 2015-2016, mencatat bahwa nilai pariwisata halal pada 2014 mencapai 142 miliar dolar AS, tumbuh 6,3 persen dibanding 2013. Pelancong asal Timur Tengah dan Afrika Utara adalah penyumbang terbesar untuk pengeluaran di sektor ini dengan nilai 52,3 miliar dolar AS atau 37 persen dari total belanja wisatawan meski populasi mereka hanya tiga persen dari total populasi Muslim global pada 2014. Pada 2020 belanja Muslim untuk pariwisata diprediksi akan mencapai 233 miliar dolar AS, atau senilai dengan Rp. 3 ribu triliun lebih. Perlu dicatat bahwa angka-angka tersebut tidak termasuk kegiatan haji dan umrah yang jika dimasukkan ke dalam kalkulasi wisata halal pasti angkanya akan membengkak jauh lebih tinggi lagi.

Belanja pariwisata halal dirangkum dari belanja ummat muslim seluruh dunia yang mencakup enam subsektor, yaitu;  (1) Sektor makanan halal, (2) keuangan syariah, (3) halal travel, (4) busana muslim, (5) Media dan rekreasi, dan (6) sektor obat-obatan dan kosmetik. Secara umum, GIE indicator score untuk 15 besar, Malaysia menempati urutan pertama sebagai negara yang memiliki peran sebagai penyedia produk halal dengan skore 116, dan berturut-turut diikuti Uni Emirat Arab di urutan kedua dengan skor 63,  Bahrain 58, Saudi Arabia 49, dan pakistan di urutan kelima dengan skore 47. Sedangkan Indonesia bertengger di urutan ke 10 dengan skor yang sama dengan Singapure 34 di urutan ke 11.

Dari enam sub-sektor yang dijadikan variabel tersebut, Malaysia bertengger sebagai negara nomor satu penyedia produk halal untuk tiga sub-sektor, yaitu makanan halal, keuangan berbasis syariah, dan halal travel, dimana dari tiga subsektor tersebut, Indonesia hanya masuk dalam 10 besar di sub-sektor keuangan syariah di urutan ke 9. Sedangkan di sub-sektor lain, Indonesia hanya masuk di 10 besar pada subsektor Obat-obatan dan kosmetik di urutan ke-7. Artinya, dari 6 sub-sektor yang menjadi variable pariwisata halal, tidak satupun Indonesia menempati urutan 5 besar, dan hanya masuk 10 besar, itupun hanya di dua subsektor, yakni subsektor keuangan syariah pada urutan ke 9 dan subsektor obat-obatan dan kosmetik di urutan ke 7. Sedangkan Malaysia menyabet tiga subsektor sekaligus di urutan pertama, dan hanya dua subsektor yang tidak masuk 10 besar yakni pada subsektor fashion dan halal media and rekreasi. Sedangkan untuk sektor obat-obatan dan kosmetik, Malaysia menempati urutan ke 3 dari 10 besar.

Peringkat ini memberikan informasi penting bagi kita bahwa, (1) keberadaan muslim sebagai mayoritas di Indonesia tidak otomatis menjadikan Indonesia memberikan apresiasi yang patut dalam perspektif bisnis global berkaitan dengan potensi pasar syari’ah yang semakin menjanjikan (2) Indonesia kurang peka terhadap pasar syari’ah yang sebenarnya justeru tumbuh pesat, (3) Issu Islamofobia secara latah mampu mempengaruhi Indonesia sehingga ragu-ragu mengambil sikap tegas terhadap label syari’ah. Padahal negara-negara non-muslim sendiri, sekalipun ikut berperan aktif mengkampanyekan isu-isu islamofobia, namun mereka tetap mengambil keuntungan bisnis melalui peluncuran produk-produk syariah/ halal.

Sebut saja misalnya  negara-negara  yang  bukan berpenduduk muslim, seperti  Amerika Serikat, Singapura, Toronto (Kanada) dan Britania Raya (United Kingdom), dll. Bahkan, Britania Raya pada saat ini telah membulatkan tekad menjadi pusat keuangan dan perbankan syariah di dunia. Begitu juga dengan Singapura,  telah mensosialisasikan diri sebagai pusat  keuangan syariah di dunia dengan memperlonggar peraturan-peraturan terkait perbankan syariah. Di Malaysia, hampir 15% nasabah bank  syariah adalah non-Muslim.

Potensi Bisnis

Besarnya belanja muslim dunia tersebut menunjukkan semakin pentingnya peran masyarakat muslim dalam tataran ekonomi global dengan kontribusi belanja yang mencapai ribuan triliun. Permintaan terhadap produk halal semakin tumbuh pesat karena jumlah penduduk muslim di seluruh dunia yang kini mencapai 1,7 milyar akan terus meningkat setiap tahun. Selain itu, produk-produk halal/syariah bukan hanya dapat dikonsumsi oleh warga muslim tetapi juga dapat dikonsumsi oleh masyarakat non-muslim.

Selain fenomena pertumbuhan jumlah ummat Islam dunia, dalam posisinya sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, Indonesia mestinya lebih fokus memikirkan dengan serius pasar syariah ini, setidaknya satu atau dua dari subsektor yang direview oleh States of Global Islamic Economy (SGIE) bisa dijadikan sektor andalan untuk wisata syariah. Misalnya subsektor tavel halal dan subsektor obat-obatan dan kosmetik karena untuk kedua subsektor ini Indonesia memiliki sumber daya alam yang menarik dan bahan baku yang melimpah. Walaupun sebenarnya tidak menghalangi kemungkinan pada sub-sektor lain.

Kekhawatiran sebagian kalangan terhadap pemberlakuan Perda yang ditengarai berbau syariah di beberapa daerah selama ini secara otomatis dapat terjawab seiring berjalannya waktu. Faktanya memang segmentasi pasar syariah tumbuh sangat pesat sehingga permintaan terhadap produk-produk halal otomatis semakin meningkat. Disamping itu, situasi ini tentu semakin meyakinkan kita bahwa tidak relevan lagi memblow-up issu-issu yang menyatakan bahwa perda berbau syariat dapat menghambat investasi, karena, faktanya tidak demikian, produk-produk halal yang lahir dari produk perda-perda syariah justeru menjadi produk potensial dalam pasar global, salah satu poin penting yang relevan adalah pesatnya pertumbuhan jumlah ummat Islam dunia dan semakin tingginya permintaan terhadap produk halal.

Jika merujuk pada jumlah belanja muslim Timur Tengah dan Afrika Utara saja yang 3.000 trilyun tersebut, maka dapat diperkirakan bahwa mereka menghabiskan belanja sebesar lebih kurang hampir Rp. 60 juta perkepala untuk wisata halal. Perlu dicatat, itu baru kalkulasi tiga persen penduduk muslim, atau sekitar 51 juta jiwa, dari 1,7 milyar penduduk muslim di seluruh dunia. Belum lagi untuk belanja muslim di luar dua kawasan tersebut sebagaimana data pertumbuhan ummat Islam dunia di atas.

Secara histori, Timur Tengah tidaklah asing bagi Indonesia, sebaliknya, Indonesia juga bukan nama yang asing di mata masyarakat Timur Tengah, apalagi Indonesia dikenal sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim, tentu momen dan potensi ini dapat dikumpulkan pada satu titik temu ikatan emosional dengan bisnis global yang berbasis syariah.

Upaya-upaya yang paling memungkinkan untuk dilakukan oleh pemerintah adalah; (1) membangun hubungan baik dengan beberapa negara di Timur Tengah yang notabene menjadi negara yang paling banyak mengeluarkan belanja untuk produk-produk halal di dunia. (2) Memperkenalkan potensi wisata Indonesia sebagai daerah halal travel yang layak dipertimbangkan karena memang potensi alam Indonesia dengan seluruh cakupan wilayahnya sangat indah yang juga dihuni oleh warga yang ramah. (3) Keseriusan pemerintah untuk membangun infrastruktur serta keterjaminan keamanan dan kenyamanan di tengah-tengah masyarakat sehingga dapat mengundang ketertarikan warga dunia untuk berkunjung ke tempat-tempat destinasi wisata di seluruh Indonesia dengan perasaan aman dan nyaman. (4) tidak terjebak pada perangkap isu-isu islamofobia yang kecenderungannya dalam perspektif bisnis ingin mengalihkan potensi pasar syariah ke negara-negara lain yang.

Sangat disayangkan, jika Indonesia tidak mampu mengalirkan keuntungan bisnis bagi diri sendiri dalam kaitannya dengan upaya-upaya untuk menggerakkan sendi-sendi perekonomian masyarakat dalam perspektif bisnis syariah. Jika kita mampu mengambil peran sebagai provider bagi produk halal ini, itu artinya kita telah ikut serta menikmati sharing ekonomi yang dimainkan masyarakat global. Issu-issu islmaofobia yang dihembuskan, mestinya kita tengarai sebagai upaya untuk meruntuhkan percaya diri masyarakat bisnis Indonesia yang ingin bergelut dalam bisnis halal, karena kenyataan yang kita lihat saat ini, produk-produk halal (syariah) diproduksi oleh negara-negara lain yang penduduknya bukan mayoritas muslim. Jadi, tidak perlu “inferior” dengan label halal atau syariah, karena inferioritas yang tertanam dalam diri masyarakat Indonesia justeru dimanfaatkan oleh negara lain untuk memperkuat superior mereka dalam konteks bisnis halal/syariah.

Artikel ini sudah dimuat di kolom Opini Harian Waspada Medan. Epaper Waspada dapat diakses melalui link Waspada

Baca juga

Nov 062015
 

investasiKabar yang dirilis salah satu media online lintasnasional.com mengenai batalnya dua investor asal Malaysia dan Lampung yang akan berinvestasi di Aceh sangat disayangkan, alasannya hanya karena tidak nyaman. Padahal investor dari Malaysia tersebut sudah empat kali bertemu dengan pihak pemerintah Aceh Utara di Malaysia, begitu juga pihak investor sudah empat kali berkunjung ke Aceh Utara. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Bupat Aceh Utara pada acara Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh ICMI di Aula Sekdakab Aceh Utara, Senin 02 November 2015,

Faktor keamanan dan kenyamanan menjadi alasan utama para investor untuk mempertimbangkan apakah mereka memutuskan berinvestasi atau tidak pada suatu daerah. Jika dua hal ini tidak terpenuhi, maka investor tidak mungkin mau mengambil resiko bisnis dari situasi yang tidak memiliki kepastian. Bisnis memang selalu diiringi oleh resiko, tetapi resiko dalam bisnis bisa diprediksi seperti resiko karena persaingan, adanya peraturan, terjadinya inflasi, dan situasi lain yang bisa diukur. Beda halnya dengan kondisi politik dan keamanan, ini adalah situasi yang relatif tidak dapat diukur dan diprediksi dalam perspektif bisnis, dan tidak dapat dikendalikan serta cenderung liar. Maka pebisnis tidak mungkin mau mengambil resiko jika tidak ada jaminan keamanan dan kenyamanan, ini spekulasi namanya.

Di tengah-tengah upaya pemerintah Aceh mencanangkan Aceh sebagai Bandar Wisata Islami dengan mengusung jargon damai, tentu saja kabar di atas menjadi ironi, karena di satu sisi pemerintah mengundang orang luar untuk datang ke Aceh, tetapi di sisi lain Aceh belum mampu membuktikan dirinya sebagai provinsi yang aman dan nyaman secara defakto kepada para calon pengunjung, apalagi investor. Padahal, karena keunikannya, Aceh sangat diminati untuk dikunjungi.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Aceh menyatakan bahwa jumlah penumpang internasional yang berangkat dari provinsi Aceh melalui bandar udara Sultan Iskandar Muda pada bulan September 2015 sebanyak 8.357 orang, mengalami peningkatan sebesar 43,00 persen dibanding bulan Agustus 2015. Sedangkan penumpang internasional yang datang pada bulan September 2015 sebanyak 5.611 orang, mengalami peningkatan sebesar 17,93 persen dibandingkan bulan Agustus 2015.

Demikian juga jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk melalui pintu kedatangan di provinsi Aceh pada bulan September 2015 sebanyak 2.391 orang atau mengalami peningkatan sebsar 15.40 persen dibandingkan dengan bulan Agustus 2015. Secara kumulatif pencapaian jumlah wisman Januari – September 2015 meningkat sebesar 5,59 persen terhadap periode yang sama di tahun 2014.

Data dan informasi di atas mengkomfirmasi bahwa Aceh memiliki daya tarik tersendiri untuk dikunjungi oleh wisman, dan ini merupakan peluang bisnis yang perlu direspon dengan menyediakan berbagai kebutuhan mereka saat berada di Aceh ataupun saat mereka kembali dalam bentuk souvenir yang memberikan kesan atas kedatangan mereka ke Aceh.

Jika pemerintah bersama-sama masyarakat tidak mampu meyakinkan pihak luar secara umum dan bilkhusus investor bahwa Aceh aman dan nyaman, maka ekonomi Aceh akan bergerak sangat lambat dan terseok seok mengejar ketertinggalan, konon lagi serapan anggaran setiap tahun yang selalu rendah. Stimulan-stimulan untuk menggairahkan perekonomian di Aceh sangat kering dan belum mampu merangsang tumbuhnya usaha-usaha sektor ril yang mestinya menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Aceh.

Baca juga :

Oct 032015
 

Jika anda ke Medan, jangan terkaget-kaget dengan gaya bahasa disana, terkesan kasar dan kurang santun bagi sebagian besar pendatang baru. Sebagian wilayah Aceh yang berbatasan dengan Sumut pun punya gaya bahasa yang sama, seperti daerah Subulussalam dan Aceh Singkil di bagian Selatan dan Tamiang dan Langsa di bagian Timur, serta Aceh Tenggara dan Gayo Lues di bagian Tenggara.

Selain gaya bahasa dan intonasi yang tinggi, banyak bahasa anak Medan memang agak “jorok”, tetapi tidak dimaksudkan untuk hal yang jorok, melainkan semata-mata hanya ungkapan untuk melepas kekesalan saja. Sebut saja kata-kata seperti ‘anjing, babi, kimak, mamakmu, bahkan sampai penyebutan alat kelamin pun menjadi biasa. Biasa dalam arti, lawan bicara yang mendengar umpatan itu tidak akan marah dan membalas karena setelah mengatakan itu, biasanya suasana yang tadi tegang bisa menjadi dingin karena sudah dilampiaskan, intinya menghindari pelampiasan fisik.

satu ketika salah satu teman saya minta kereta (di Medan kereta adalah sebutan untuk kendaraan roda dua, kadang juga menyebutnya Honda) ke ibunya. Lantas ibunya bertanya, “kereta yang cemana mau kau?”, “Sebentar ya mak, kalok lewat kutunjukkan sama mamak nanti”, jawab teman saya ini. Setelah meperhatikan lalu lalang beberapa kendaraan, teman saya ini menunjuk salah satu kereta idolanya, “Haaa.. yang itu lah mak”, “Owhh.. Berapa rupanya harga kereta itu”. Dengan suara agak berat teman saya ini menjawab, 200juta mak”.

“Haaa… Pukimakmu lah.. Tak usah lah kau pake kereta”, dengan kesal mamak teman saya ini bergegas masuk ke rumah sambil merepet panjang.

Bayangkanlah… Dialog itu terkesan kasar dan tak santun, tapi itu biasa di Medan, TST lah pokonya.. Hehee…

Bagaimana di dunia bisnis? Khususnya kafe-kafe tempat nongkrong anak muda? Ya.. Lebih kurang sama… Mereka juga punya bahasa khusus yang dibuat untuk memudahkan pelanggan mengingat, memudahkan pelayan meneriakkan pesanan kepada barista, dan membuat kesan unik bagi produk-produk mereka. Entah ini didapat dari teori marketing mengenai teori differensiasi, entah karena tidak sengaja, atau intuisi saja. Yang jelas ada memang teori marketing yang mengajukan konsep differensiasi produk saat usaha akan terjun ke tahap decline karena mendapat gangguan dari pesaing. Tapi ini diferensiasinya bukan pada produk, melainkan nama produknya.

Kalau anda pesan es teh manis/teh manis dingin, cukup teriakkan “Mandi”. Milo Dingin cukup katakan Melodi, Lemon tea dingin cukup dengan Eltidi, SD untuk Sanger Dingin, SP Sanger Panas, Basu untuk Badak Susu, dll.

Yang baru saja saya dengar dan membuat saya ngakak adalah saat salah seorang pelanggan berteriak sambil melambaikan tangannya ke pelayan kafe, “Telor Setengah MASUK, satu”. Sontak saya menoleh sambil melepas tawa geli… Beberapa saat kemudian saya lihat pelayan membawa nampan berisi gelas kecil, rupanya pelanggan tadi memesan telor setengah matang/masak. Ini Medan bung…!!!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sep 192015
 

jasaBeruntunglah orang-orang yang memiliki keahlian (skill), baik keahlian dalam menciptakan barang maupun jasa. Bisnis-bisnis yang berjalan selama ini hanya fokus pada dua hal tersebut, kalau tidak menjual barang, ya, menjual jasa.

Masalahnya adalah, barang dan jasa apa yang mau dijual? Jawabannya adalah, barang apa saja yang anda miliki dan yang mampu anda ciptakan, maka barang tersebut pasti ada pasarnya, karena proses pembuatan semua barang-barang apapun muncul dari sebuah hasil analisis fikiran setelah melihat adanya kebutuhan di tingkat masyarakat. Karena ada kebutuhan maka seseorang akan berfikir untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan mencari tahu dari mana sumber kebutuhan tersebut diperoleh agar kebutuhan terpenuhi, atau dia menciptakannya sendiri. Oleh karena itu, barang-barang yang sudah diciptakan ataupun yang ada dalam fikiran kita adalah barang-barang yang dibutuhkan oleh pasar.

Oleh karena itu, hanya ada dua opsi cara memenuhi kebutuhan pasar, cari barangnya di tempat-tempat pembuat barang, atau kita menciptakannya sendiri.

Jika barang sudah ada, maka dia tidak akan sampai kepada konsumen tanpa perantara dari jasa. Ya… Jasa lah yang sangat diperlukan untuk menjamin bahwa barang yang dibutuhkan akan sampai ke tangan konsumen sebagai terminal terakhirnya.

Sebab itu pula lah, bisnis yang menjanjikan itu adalah menjual barang, goods is the king, tetapi bisnis jasa lebih dahsyat karena dia ratunya, but service is the quin… 🙂

Saat ini, nyaris semua barang yang dibutuhkan ataupun yang “belum” dibutuhkan (tetapi sebenarnya dibutuhkan), sudah tersedia, sekali lagi, sudah tersedia. Barang apapun yang ada dalam benak kita, maka barang itu sudah ada yang menciptakannya, kalau tak percaya, silahkan googling barang yang anda cari, pasti ada… Mulai dari pernak-pernik yang remeh-temeh sampai barang yang bergajah-gajah pun sudah ada yang memproduksinya, terutama diproduksi oleh negeri tirai bambu, China, mereka menciptakan barang apa saja yang terlintas dan tidak atau belum terlintas di benak masyarakat, karena China percaya pada dunia tanpa batas, maka mereka benar-benar menyiapkan diri melalui visi globalnya.

Persoalannya adalah, barang-barang tersebut hingga saat ini banyak yang belum sampai ke tangan konsumen. Mereka menunggu pebisnis-pebisnis jasa yang kreatif yang mampu menjadi transporter barang-barang mereka untuk sampai kepada pengguna akhir, konsumen.

Bagi generasi muda yang tidak memiliki keahlian mencipta barang karena disebabkan banyak hal, maka asahlah keterampilan anda dalam mengelola bisnis jasa, berfikirlah untuk mencari jalan bagaimana caranya agar barang-barang yang sudah diciptakan pabrikan tersebut bisa sampai ke tangan konsumen. Jadilah seperti mat Angin, yang menjual “omongan” tetapi bukan omong kosong, melainkan informasi yang berguna bagi produsen dan konsumen.

Salah satu contoh jasa perantara barang yang sekarang lagi trend adalah Tokopedia dan beberapa situs olshop lainnya. Mereka tidak memiliki sekeping barang pun, tetapi di daftar belanjanya semua barang yang anda butuhkan tersedia. Bahkan jika anda memiliki barang untuk dijual, maka mereka menyediakan toko gratis buat anda menjajakan barang. How it can be? they are not producing goods, but services…

Paling mudah menjawab pertanyaan “APA

Apa yang kita lakukan kalau lapar? Makan

Apa yang kita lakukan jika ingin ke luar negeri? pergilah naik pesawat

Apa yang kita lakukan agar pintar? Belajar

Tapi paling sulit menjawab pertanyaan “BAGAIMANA

Bagaimana caranya agar dapat membeli makanan?

Bagaimana caranya agar bisa mendapat uang untuk beli tiket pesawat?

Bagaimana caranya bisa masuk kuliah agar bisa belajar?

Sebagai kalimat kunci, bisnis jasa hanya perlu menjawab satu pertanyaan:

“Bagaimanakah caranya agar barang sampai kepada konsumen?”

Anda punya jawabannya? Berarti anda pebisnis jasa yang handal…

Baca juga:

Jan 112015
 

Semakin hari semakin komplek persoalan hidup, manusia sebagai makhluk sosial, selalu membutuhkan pertolongan dari orang lain baik di rumah, tempat kerja, di pasar, dan dimanapun kita berada, Kebutuhan di satu sisi merupakan peluang di sisi lain. Peluang Usaha selalu mendampingi persoalan yang muncul di tengah-tengah kesibukan dan hiruk-pikuk aktifitas manusia.

Di kota-kota besar, peluang usaha sangat banyak bisa diperoleh, asal mau berusaha, bergerak, dan tidak gengsi, semua bisa jadi usaha yang menghasilkan, dan karena kekomplekan persoalan hidup di kota, usaha-usaha jasa yang remeh-temeh pun dapat dijadikan pekerjaan tetap yang menjanjikan, tak perlu bermodal besar, hanya dibutuhkan pelayanan yang ramah dan keseriusan.

Beberapa usaha jasa yang sering kita dengar seperti, three in one, rental payung, kereta sorong di pasar pasar tradisional yang berfungsi sebagai pembawa barang belanjaan ibu-ibu rumah tangga dari tengah pasar ke angkot, atau ke tempat parkir kendaraan mereka, sebagian jasa angkut masih menggunakan bahu, tanpa kereta sorong, dan banyak lagi usaha jasa lain yang prinsip kerjanya adalah untuk meringankan beban orang lain.

Usaha lain yang mirip adalah usaha jasa di lingkungan rumah sakit, klinik, dan sejenisnya, dimana para pengunjung atau keluarga pasien sering membawa barang-barang yang berat saat mengunjungi pasien. Mereka biasanya membawa aqua sekarton, barang-barang berupa tas, kasur dan lain-lain ke kamar pasien. Ini merupakan salah satu peluang usaha yang sangat sepele, tetapi cukup menarik untuk dijadikan pekerjaan sampingan baik oleh mahasiswa maupun masyarakat umum.

Pasien terdiri dari banyak lapisan masyarakat, dari masyarakat berpendidikan hingga masyarakat awam. Pasien-pasien ini, sekalipun ada televisi di dalam kamar, banyak sekali yang butuh informasi dari media lain seperti media cetak. Jika ini dijadikan peluang usaha, maka bentuknya adalah mengantarkan koran setiap pagi ke kamar pasien rawat inap, bahkan bisa saja mereka akan memesan barang lain yang dibutuhkan.

Usaha-usaha jasa semacam ini sangat mungkin dilakukan di gedung-gedung kantor atau apartemen yang membutuhkan jasa yang dapat mengurangi beban mereka mengangkat barang-barang dari halaman parkir ke ruang kantor. Kerjanya tidak terikat, tidak perlu modal besar,  asalkan tidak gengsi. Usaha ini sangat cocok untuk para perantau yang sekolah atau kuliah dengan mengandalkan biaya sendiri.

Banyak orang sukses yang tidak kita duga ternyata mereka dahulu bekerja di tempat-tempat yang sepele, pekerjaan yang terlihat tidak menjanjikan, tetapi, saat mereka sudah melewati pengalaman hidup yang panjang dari usaha-usaha sepele seperti ini, mereka menjadi orang yang hebat kelak. Pengalaman hidup ini yang akan membedakan ketahanan dan sustainibility usaha mereka di tengah persaingan dunia usaha.

Tuhan memberikan pekerjaan kepada seluruh manusia dari persoalan hidup yang semakin komplek dan muncul di semua tempat dan waktu. Orang-orang yang berpikir positif melihatnya sebagai peluang, manusia pesismis menjadikannya sebagai himpitan hidup. Dari persoalan hidup orang belajar menghargai.

Jan 032015
 

Walaupun menurut riset bahwa Pakistan akan mengalahkan Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, dimana Pakistan diprediksi akan mencapai 256,1 juta jiwa jumlah penduduk muslimnya, dan Indonesia 238,8 juta jiwa, namun itu masih tetap tergolong besar. Lagi pula, prediksi itu berlaku untuk 20 tahun yang akan datang setelah riset dilakukan pada tahun 2011. Berarti angka tersebut akan dicapai kira-kira pada tahun 2030, demikian hasil riset asal Amerika, Pew Forum on Religion & Public Life. Salah satu alasan yang dikemukakan lembaga riset tersebut, karena terjadinya penurunan tingkat kelahiran di Indonesia.

Terlepas dari persoalan di luar bahasan dalam catatan kecil ini, sebagaimana saya tuliskan sebelumnya, bahwa, every moment is bussines. Ya… Setiap momen adalah bisnis, tapi hanya bagi orang-orang yang terbiasa berfikir positif dan gemar memberi solusi. Dan, nampaknya, tidak berlaku bagi orang-orang yang cenderung berfikir negatif, suka mengeluh dan selalu memiliki perspektif buruk dalam setiap penilaiannya terhadap sesuatu apa saja di luar dirinya.

Tak bisa kita pungkiri, keberadaan ummat Islam di Indonesia yang mayoritas, dilihat dari sudut pandang bisnis, sangat potensial dijadikan pasar oleh produsen produk apapun. Baik laki-laki maupun perempuan. Untuk perempuan, semua jenis produk yang digunakan oleh perempuan non muslim, umumnya digunakan juga oleh perempuan muslim. produk-produk yang digunakan oleh perempuan muslim, belum tentu digunakan oleh perempuan-perempuan non-muslim. Bukan hanya produk dalam bentuk barang, tetapi juga jasa.

Beberapa contoh sederhana adalah jilbab, mukena, kaus kaki, baju gamis, dan lain-lain. Ini hanya digunakan oleh perempuan muslim, sudah tentu tidak digunakan oleh perempuan non-muslim. Dalam bidang jasa juga demikian, perempuan muslim tidak akan melakukan aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan yang diharuskan menyentuh secara fisik seperti urut, pijat refleksi, sekalipun masih banyak yang dengan rela melakukannya, tetapi kesadaran perempuan muslim semakin meningkat.

Kenapa contoh ini yang saya kemukakan? Karena peluang ini memang sangat menjanjikan, dan untuk bidang jasa refleksi, ternyata masih sangat sedikit yang menyediakan tempat untuk pijat refleksi khusus perempuan muslim. Jangankan perempuan, kaum laki-laki saja masih banyak yang enggan mendatangi tempat-tempat pijat refleksi karena imagenya masih negatif, hanya sedikit sekali tempat tertentu yang sudah sangat dikenal dan diketahui betul yang didatangi karena sudah yakin tempat tersebut benar-benar pijat refleksi murni.

Di Banda Aceh, anda tak perlu ragu untuk masuk ke ruang pijat refleksi, karena umumnya memang disediakan tempat khusus untuk perempuan yang terpisah dengan ruang laki-laki. Begitu juga pemijatnya, laki-laki dipijat oleh laki-laki, dan perempuan dipijat oleh perempuan. Pemisahan ini membuat pelanggan merasa nyaman dan benar-benar dapat menikmati pijat refleksi yang sesungguhnya.

Di daerah lain, seperti di Medan, beberapa kali saya menanyakan tempat pijat refleksi kepada teman-teman disana, mereka belum bisa menunjukkan tempat yang benar-benar khusus yang memisahkan tempat perempuan dan laki-laki.

Sebenarnya ini adalah peluang bisnis yang sangat baik sekali, bahkan semakin hari semakin dibutuhkan karena saat ini angkatan kerja sudah didominasi oleh kaum perempuan sebagai wanita karir. Mereka keluar rumah di pagi hari dan pulang di sore hari. Sampai di rumah, mereka kelelahan. Se-isi rumah kelelahan, konon lagi jika pulang dari tempat kerja di luar rumah ada persoalan yang terbawa hingga ke rumah, akan menjadi tambah runyam. Jika anda wanita karir dengan kondisi seperti ini, pijat refleksi adalah sarana yang sangat nikmat untuk menghilangkan lelah anda.

Bagi pebisnis, memanfaatkan perempuan muslim bukan sesuatu yang salah, anda mendapat dua keuntungan; laba usaha, dan berusaha menghargai wanita. 🙂

Baca juga:

D i s t r o

Dec 192014
 

kombisSecara teori, komunikasi harus memiliki paling tidak 5 (lima) unsur; sumber,  pesan, media, penerima, dan efek. Sumber atau komunikator adalah orang berfungsi sebagai pembawa atau penyampai pesan. Pesan merupakan sesuatu yang ingin disampaikan. Media menjadi alat untuk menyampaikan pesan tersebut. Penerima adalah orang yang akan menerima pesan yang disampaikan komunikator. Sedangkan efek atau pengaruh adalah berkaitan dengan perasaan si penerima pesan sebelum dan sesudah dia menerima pesan.

Dalam prakteknya, setiap orang berkomunikasi pasti telah memiliki semua unsur seperti disebutkan teori tersebut, karena dia merupakan unsur yang memang secara otomatis harus melekat untuk bisa melakukan komunikasi, baik disadari maupun yang tidak disadari.

Tetapi, sebaiknya kita menyadari satu hal yang sering membuat komunikasi gagal dilakukan. Dikatakan gagal karena tidak adanya pengaruh ataupun efek yang terjadi pada si penerima pesan. Kebanyakan orang menyampaikan informasi, bukan berkomunikasi. Dalam bisnis, komunikasi menekankan pada terjadinya perubahan sikap penerima pesan agar si penerima pesan melakukan susuatu seperti pesan yang disampaikan pengirim.

Iklan merupakan komunikasi bisnis yang dahsyat. Iklan bukan semata-mata menginformasikan keberadaan suatu produk, tapi memilah-milah dan secara perlahan memerangkap calon konsumen menjadi konsumen, dan mengikat konsumen menjadi pelanggan setia melalui perangkat psikologis AIDA; Attention, Interested, Desire, Action.

Attention adalah ruang terbuka bagi semua orang yang belum tersegmentasi. Produsen melalui iklan-iklan hanya memberitahukan bahwa mereka memiliki produk. Untuk produk baru, tentu yang diharapkan pertama adalah atensi, perhatian. Seperti orang yang mulai jatuh cinta kepada seorang gadis, tidak mungkin langsung ajak kencan, tetapi harus cari perhatian dulu agar si gadis tahu keberadaannya. Maka diciptakan pencitraan. Demikian juga produk, memperkenalkan diri kepada konsumen, hanya sekedar minta perhatian.

Jika produknya diiklankan terus-menerus setiap hari tanpa henti dalam durasi waktu yang telah ditentukan, tak bisa dipungkiri, sekali-kali kita tergerak juga untuk bertanya, “produk apa sih ini? pertanyaan kita ini menandakan kita sudah mulai perhatian, target jangka pendek produsen hanya ingin calon konsumen menanyakan itu. Dan kemudian produsen menjawab bahwa produk tersebut adalah barang/jasa yang anda butuhkan.

Jika konsumen merasa bahwa barang tersebut memang dia butuhkan, maka dia akan tertarik untuk melanjutkan mencari tahu lebih jauh tentang produk tersebut, iklan-iklan yang ditayangkan di media bahkan tak cukup lagi bagi calon konsumen  untuk mengenal lebih dekat produk tersebut, dia akan melakukan penelusuran di perusahaan tersebut melalui website atau media-media lain yang lebih detil membahas produk itu. Ini adalah perubahan perilaku calon konsumen yang sudah masuk dalam perangkap kedua, Interested, dia mulai tertarik, setidaknya tertarik untuk mencari tahu.

Informasi yang diperoleh dari hasil penelusuran tersebut akan menambah pengetahuan calon konsumen tentang produk yang ditawarkan. Calon konsumen hanya butuh waktu sebentar untuk memutuskan apakah produk tersebut ‘compatible’ dengan kepentingannya atau tidak, jika iya, maka berarti dia membutuhkan produk tersebut. Merasa membutuhkan sesuatu itu akan menimbulkan semangat baru dengan meningkatkan sedikit level perasaan ke dalam tingkat minat yang semakin rumit, Desire, setingkat di atas interested. Calon konsumen sudah mulai memiliki keinginan terhadap produk itu.

Keinginan adalah motor penggerak seseorang meningkatkan upaya mencari alat untuk memenuhinya. Inilah salah satu motivasi seseorang bekerja keras banting tulang siang dan malam, untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Saat alat pemenuhan kebutuhan dan keinginan sudah tersedia, kita sudah memutuskan untuk melakukan sesuatu yang lebih nyata, yaitu Action, aksi. Produknya kita beli.

Dalam bisnis, komunikasi itu dikatakan berhasil jika calon konsumen melakukan tindakan membeli produk yang kita tawarkan. Komunikasi Bisnis bukan sekedar menyampaikan informasi, tetapi menindaklanjuti setiap perubahan sikap calon konsumen untuk tetap berada dalam kamar-kamar perangkap, hingga calon konsumen merubah sikapnya dan memutuskan untuk menjadi konsumen. Tugas selanjutnya adalah menjaga konsumen untuk menjadikannya sebagai pelanggan. Selamat menjalin silaturrahim dengan konsumen…

Baca juga:

Ide Bisnis Datang Dari Persoalan Hidup