Bisnis baru yang sedang booming sekarang adalah bisnis batu, ya, batu cincin. Bagi penggemar dan kolektor batu akik, hal ini sudah biasa dalam keseharian mereka, tapi untuk tahyn 2014 ada yang istumewa. Giok Aceh jadi topic trending di dunia perbatuan pasca terjualnya salah saty batu giok milik Fadil kepada warga Canada seharga 2,5 milyar. Angka yang sangat fantastik untuk sebuah batu cincin ukurang normal. Saat tanya wartawan mengapa dia mau membeli dengan harga itu, dan apakah dia memang sudah kelebihan uang? Warga Canada tersebut mengatakan bahwa dia telah berkeliling dunia mencari batu giok yang berkualitas, tapi belum dapat, baru inilah dia menemukan batu giok yang berkualitas tinggi sehingga dia rela mengeluarkan kocek 2,5 milyar tanpa beban.
Saya bukan penggemar batu akik, tapi hari ini saya merasakan hal lain saat menjemput seorang kerabat keluarga di bandara dari Riau. Kedatangannya ke Aceh hanya untuk urusan batu cincin. Sebelumnya kerabat saya ini sudah menghadiri kontes giok nasional di Jakarta, dan akan ikut lagi di kontes berikutnya di Palladium Mall, Medan. Rasa ingin tahu saya semakin besar, dan malam setelah menjemput dia di Bandara, ngopi sebentar di Ringroad, kami menjumpai seseorang dikawasan pasar Peunayong untuk mengambil batu, material, bahan mentah batu cuncin. Ini asli Nagan Raya punya, katanya. Singkat cerita, batu itu sudah berada di tangan kami, hanya seukuran telapak tangan dewasa dengan ketebalan kira-kira 2,5-3 cm, beda dengan batu biasa, batu ini berkulit dengan balutan seperti batu karang, untuk melihat isinya harus dikupas sedikit kulitnya, seperti mengupas kulit salak.
Tak ada yang tampak istimewa jika dilihat fisik seadanya, bahkan lebih buruk dari bebatuan yang serung kita lihat di jalan dan halaman rumah kita. Tampak tak bernilai sama sekali, setidaknya bagi saya pribadi. Tapi alangkah terkejutnya saya, saat Ricky, kerabat saya ini, menempelkan senter HPnya ke permukaan batu yang terkupas salah satu sudutnya itu. Luar biasa…
Waooowww… Warna daging batu itu terlihat jelas merah seperti sirup, kalau tak mau dibilang merah darah, menakjubkan. “Ini cempaka” kata Ricky dengan senyum leganya. Karena keunikannya, berkali-kali saya bolak-balik dan senter batu itu, tetap berwarna merah menyala. How it can be? Menakjubkan, pantas warga Canada itu mau gila menggelontorkan uangnya 2,5milyar hanya untuk Giok, ya.. Tapi giok Aceh, yang dari Nagan, begitu kata orang, 🙂
Apakah cukup anda memiliki batu material itu untuk memperoleh nilai yang tinggi? Belum tentu. Ricky jauh-jauh datang dari Riau ke Aceh, bukan hanya mengambil batu, tetapi membawa batu-batu lain dari wilayah Riau, Sumbar dll. Menjualnya di Aceh? No, no way. Penggemar dan pebisnis batu Aceh tak akan mau beli dan jual batu dari daerah lain untuk saat ini, selain beda kualitas, juga karena ingin mempertahankan nilaitawar batu Aceh, begitu pengakuan Bibi, salah seorang penggemar, kolektor, sekaligus pebisnis pemula batu Aceh.
Nah, Ricky membawa batu-batunya ke Aceh hanya untuk mengasah, membentuk dari bahan mentah ke barang jadi cincin siap pakai. Mengapa? Ternyata, hanya di Aceh yang memiliki skill yang lebih baik untuk mengolah batu itu menjadi indah, simetris, dan terlihat hidup, serta kemampuan pengasah batu Aceh dalam memilih bagian-bagian batu agar terlihat bening setelah digosok. “Tapi nggak semua juga bang, pengasah batu yang sudah dapat pengakuan itu pengasah di Bireuen, kualitas terjamin”, demikian sambung Ricky.
Hmmm… Anda punya bahan mentah batu giok dan sejenisnya? Silahkan asah dan olah di Bireuen untuk memperoleh keindahan dan nilai tawar yang lebih asoi…
Baca juga: