Biasanya saya sangat menikmati lantunan lagu-lagu yang digenjreng pengamen di berbagai tempat, bahkan, kalau suaranya bagus, saya sering order dan bayar lebih dari biasanya. Sudah memasuki akhir tahun kedua bolak-balik Aceh – Medan, selalu bertemu dengan anak-anak kreatif pengamen jalanan yang naik sekejap untuk menyuguhkan dendang irama jalanan mereka.
Banyak lirik-lirik lagu yang menggelitik dan asyik untuk dinikmati, selain penuh berisi puja-puji untuk kaum wanita sebagaimana musisi di panggung konser, mereka juga banyak melakukan aksi solidaritas menyuarakan keresahan masyarakat pinggiran, tapi bukan lagu Iwan Fals yang mereka persembahkan, melainkan lirik-lirik lagu ciptaan musisi-musisi jalanan. Iramanya sangat beragam, ada dangdut, jazz, rock ‘n roll, balada dll, pokoknya mantap lah didengar telinga…
Salah satu lirik yang sering dinanyikan…
Kami kumpulan anak anak jalanan
Yang punya bekal pengangguran
Kesana kemari kami tawarkan lamaran
Jawabnya lima juta duluan
Masa sekolah kami hanya sia sia
Hanya untuk mendapat kerja
Maafkan kami bila ganggu nona tuan
Sebab kami belum punya gawean
Dan jamannya pembangunan
Tiap tahun makin marak pengangguran
Ini jaman sudah edan
Kecantikan buat modal beli pulsa
Ini salah siapa
Ini dosa siapa
Mari kita tanyakan pada Teh Botol
Teknologi bodoh dan tolol
Dan banyak lirik-lirik lain yang menggemaskan dan menghibur, namun ada juga yang membuat penumpang bus kesal dan enggan memberi “sumbangan” karena liriknya agak membuat penumpang tersinggung.
Beberapa penumpang yang menolak untuk memberi sumbangan beralasan bahwa lirik lagunya tidak perlu sambil mengejek penumpang, hibur saja dengan bahasa dan sasaran lain di luar penumpang agar penumpang nyaman istirahat di bis tanpa diganggu bayang-bayang kekesalan. Lirik lagu yang tidak disukai penumpang adalah pada lagu ini:
Daripada ku mencuri pacar anda
Lebih baik ku bernyanyi
Pemerintah mengijinkan
Agama tak melarang
Yang penting uangnya halal
Rambut panjang bukan mata keranjang
Yang rambut gundul teman tuyul dan mbak yul
Rambut pendek bukanlah penodong
Yang rambut gondrong itu adiknya Gerandong
Anda pelajar pasti semua dermawan
Anda rombongan juga semua dermawan
Lemparin dong saya dengan senyuman
Lemparin dong saya uang ribuan
Bilang terus terang kalau nggak ada uang
Jangan pura pura anda sok smsan
Jangan pura pura anda sok ketiduran
Nanti bisa tidur beneran
Akhir kata dari kami kami ucapkan
Selamat sampai tempat tujuan
Lirik lagu ini sangat spesifik, dimana pengamen mengharapkan mendapat saweran hanya dari penumpang bis, tapi di sisi lain mereka menyindir penumpang dengan kalimat ‘pedas’. lantas ada salah seorang penumpang yang semula ingin memberi uang Lima Ribu Rupiah, urung memberikannya setelah mendengar lagu ini. Katany:
“Ngapain urus-urus penumpang yang mau SMSan, BBMan atau ketiduran, mereka kan harus memberitahu keluarga dan kerabatnya informasi perjalanan mereka. Ada yang berstatus suami, isteri, atau mungkin saja di antara mereka sedang dirundung malang karena kematian salah satu keluarganya, lirik lagu tersebut tentu saja jadi bunyi yang menjengkelkan“
==========
Beberapa waktu berlalu di setiap perjalanan saya perhatikan memang sangat sedikit yang memberi saweran pada setiap lirik lagu itu dinyanyikan, sampai-sampai saya terpengaruh juga untuk tidak memberi dan berdo’a semoga para pengamen dapat mengevaluasi “sistem pemasaran”nya agar lebih diterima oleh pasar.
Pikir saya, bahwa secara naluriah, intuisi semua orang yang mengharap sesuatu pasti melakukan evaluasi jika terjadi perubahan besar pada lingkungan mereka, apalagi mengamen adalah “bisnis jasa” yang sebenarnya sangat dinikmati oleh pendengar, dengan syarat, produknya harus ramah lingkungan, menghibur konsumen, dan dapat memotivasi konsumen untuk melakukan tindakan memberi sebagai bentuk produk tersebut diterima pasar, begitu sederhananya.
Dan, memang, dua kali terakhir saya melakukan perjalanan dengan bis dari dan ke Medan, lirik lagu tersebut ternyata memang berubah, saya memastikan bahwa mereka membawakan lagu yang sama, dan menyimak benar liriknya, betul… Mereka telah menghilangkan satu bait lirik yang membuat penumpang bis tersinggung, berganti dengan lirik yang menghibur dan membuat penumpang gembira, selain memanjatkan do’a, mereka memperlihatkan ketegaran dan keperkasaan mereka menundukkan kerasnya kehidupan kota melalui lirik-lirik lagu yang mereka jadikan nilai-nilai dalam perjalanan hidup mereka melewati hari-hari.
“Bauran pemasaran” mengajarkan kita pada bisnis yang ramah dan berorientasi pada pelanggan, dan item ini menjadi salah satu komponen dalam Balanced Scorecard.. Itu artinya menjadi hal yang sangat penting bukan? 🙂