May 082017
 

Geliat Ekonomi PENAS KTNAMemasuki awal bulan Mei 2017 ini suasana kota Banda Aceh terasa berbeda, laju kendaraan di seluruh ruas jalan tiba-tiba melambat bahkan macet di sebagian tempat karena terjadi penambahan jumlah kendaraan yang berlalu-lalang, konon lagi beberapa ruas jalan masih dalam proses pengerjaan untuk pelebaran dan pembenahan. Padatnya lalu lintas jalan tidak terlepas dari even tingkat nasional yang akan diselenggarakan di kota Banda Aceh, yaitu PENAS-KTNA XV yang dijadwalkan berlangsung pada tanggal 6 – 11 Mei 2017 dengan kegiatan dipusatkan di stadion Harapan Bangsa Lhong Raya.

Sepanjang sejarah even nasional yang menghadirkan peserta dalam jumlah puluhan ribu, Aceh baru memperoleh kesempatan dua kali sebagai tuan rumah, yaitu Mukatamar Muhammadiyah ke-43 di Banda Aceh pada tahun 1995 yang menghadirkan peserta dan penggembira mencapai 35ribu muktamirin dari seluruh Indonesia plus perwakilan negara-negara ASEAN yang ditempatkan di rumah-rumah penduduk masyarakat di kota Banda Aceh dan Aceh Besar, bangunan sekolah serta kantor-kantor pemerintah. Jika dibandingkan dengan penduduk kota Banda Aceh pada waktu itu yang berjumlah 209 ribu jiwa, maka jumlah muktamirin yang hadir mencapai lebih kurang 16%. Hal yang sama persis kita alami kembali melalui even PENAS-KTNA XV yang diprediksi akan dihadiri 35ribu peserta dengan durasi waktu yang sama dengan muktamar Muhammadiyah 43, yaitu selama sepekan. Ini artinya jumlah ‘penduduk’ kota Banda Aceh lebih kurang dalam sepekan di awal bulan Mei ini akan bertambah 13% dari total warga kota Banda Aceh yang saat ini berjumlah 267 ribu jiwa.

Dalam perspektif ekonomi, gerakan-gerakan dalam dinamika kependudukan menjadi salah satu faktor yang turut dipertimbangkan sebagai pengungkit pergerakan ekonomi masyarakat yang menjadi tuan rumah even-even besar yang menghadirkan peserta dalam jumlah yang sangat besar. Logikanya sederhana, bahwa setiap orang akan membawa uang baru yang akan dibelanjakan di wilayah dimana even tersebut berlangsung, uang-uang ini tentu akan memiliki efek bilyard yang sangat membantu mendorong kegiatan ekonomi masyarakat di akar rumput, mulai dari pedagang asongan, warung kopi, warung nasi, labi-labi, becak, taxi, usaha rental, penginapan, catering, pedagang souvenir bahkan para pemulung sekalipun akan memperoleh manfaat dari semua sampah-sampah yang dihasilkan para peserta. Bergeraknya semua simpul-simpul kegiatan masayarakat bawah ini merupakan indikasi yang menunjukkan bahwa even-even besar memiliki dampak yang sangat membantu meningkatkan gairah perekenomian masyarakat.

Produksi Tani

Sebagaimana tercantum dalam klausul Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 448/kpts/OT.050/7/2016 bahwa Pekan Nasional (PENAS) Petani Nelayan merupakan wahana para petani nelayan Indonesia untuk membangkitkan semangat, tanggung jawab dan melakukan konsolidasi organisasi dalam rangka meningkatkan peran serta dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis. Hal ini seiring dengan tema PENAS-KTNA XV untuk memantapkan kelembagaan tani nelayan sebagai mitra kerja pemerintah dalam rangka kemandirian, ketahanan pangan dan kelautan menuju kesejahteraan petani dan nelayan Indonesia.

Dari 6 bidang yang menjadi agenda dalam perhelatan PENAS-KTNA XV kali ini, selain membincangkan mengenai penguatan kelembagaan tani dan nelayan yang melibatkan para pelaku usaha tani dan nelayan, juga melibatkan para pangambil kebijakan pada tingkat menteri. Hal ini tentu saja berita gembira karena apa-apa yang menjadi tuntutan kebutuhan dalam memajukan bidang pertanian dan nelayan akan didengar langsung oleh pemerintah yang berwenang mengambil keputusan dan dapat dieksekusi dalam rencana tindak lanjut.

Namun yang paling penting menjadi perhatian kita adalah, jangan sampai gagal fokus kegiatan ini menghabiskan energi untuk ritual dan seremonial belaka. PENAS-KTNA XV Aceh harus mampu mendorong pertumbuhan produksi bidang pertanian dan perikanan demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah. Sebagaimana kita ketahui, bahwa 70% penduduk Aceh tinggal di pedesaan, dan 70% merupakan penduduk yang berprofesi sebagai petani dari total 5juta penduduk Aceh. Demikian juga terdapat lebih kurang 65ribu atau 26% masyarakat Aceh yang berprofesi sebagai nelayan. Itu sebabnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh 2012-2017 mencantumkan pembangunan sektor pertanian sebagai salah satu program prioritas pemerintah Aceh, terutama untuk komoditi padi, jagung, dan kedelai. Namun, melihat potensi pertanian dan kelautan Aceh yang begitu besar, program prioritas bisa saja diperluas berdasarkan potensi lokal daerah dari seluruh kabupaten/kota se-Aceh. Alasan lain dijadikannya produk pertanian sebagai prioritas adalah karena menurut catatan dalam laporan pemerintah Aceh, kontribusinya terhadap PDRB mencapai 25 persen. Perhelatan PENAS tentu saja menjadi sangat relevan dengan prioritas RPJM Aceh.

Data BPS tahun 2016 menunjukkan betapa tingginya kontribusi bidang tani dan nelayan bagi struktur perekonomian Aceh, merujuk pada kategori lapangan usaha Triwulan I-2016 masih tetap didominasi oleh tiga lapangan usaha utama yaitu: Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (29,55 persen); Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor (15,76 persen); dan Konstruksi (9,86 persen). Hal ini menunjukkan bahwa sangat penting bagi pemerintah untuk memberikan perhatian khusus terhadap bidang ini melalui penguatan usaha tani dan nelayan agar lebih produktif dan memenuhi standar kualitas sehingga memiliki daya saing di pasar global.

Kelaziman yang kita lihat selama ini, pemerintah berupaya keras untuk meningkatkan belanja, selain mengejar tingkat serapan anggaran, belanja pemerintah masih diyakini sebagai salah satu faktor pendorong giat ekonomi daerah. Dalam setiap laporan economic outlook yang dirilis kita hanya bisa melihat angka-angka belanja pemerintah berlomba-lomba dengan belanja rumah tangga. Belanja pemerintah sejak tahun 2015 bahkan sudah mencapai “lampu merah” baik untuk belanja pegawai langsung dan tidak langsung. Ke depan, pemerintah harus mampu menggeser alokasi belanja yang diarahkan untuk meningkatkan produksi pangan melalui upaya peningkatan belanja pemerintah yang digunakan untuk membiayai kegiatan program pembangunan seperti infrastruktur irigasi, ketersediaan benih dan pupuk, riset dan teknologi, pembiayaan, dan lain-lain. Ketepatan dalam alokasi anggaran belanja pemerintah diperlukan agar mampu mendongkrak output pertanian.

Schiff (2016) berpendapat bahwa belanja hanyalah salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur produksi, karena segala sesuatu yang diproduksi pada akhirnya akan dikonsumsi. Produksilah yang menambah nilai. PENAS-KTNA XV Aceh diharapkan bukan sekedar kegiatan seremonial yang memamerkan berbagai bentuk produk pertanian dan perikanan yang bisa saja dikreasi secara instan menjelang perhelatan even ini, namun benar-benar menjadi landasan dan semangat yang tinggi terhadap tindak lanjut giat tani dan nelayan di ranah lapangan yang selama ini selalu menjadi persoalan yang rumit diselesaikan dan sulit dieksekusi akibat diinflitrasi oleh kekuatan-kekuatan ‘politik ekonomi’.

Sebagai warga kota Banda Aceh, kita patut berbangga mendapat kehormatan menjadi tuan rumah even besar yang memiliki setidaknya tiga keuntungan, taktis jangka pendek dengan kehadiran para peserta yang akan berbelanja di pasar-pasar, keuntungan strategis jangka panjang melalui kebijakan-kebijakan yang diputuskan dari hasil PENAS-KTNA XV, dan promosi gratis Aceh bagi masyarakat Indonesia melalui kesan-kesan yang dibawa pulang oleh para peserta. Kepada Peserta PENAS-KTNA XV Aceh, Selamat datang di Aceh. Selamat menikmati keindahan dan keramahan masyarakat Aceh.

Artikel ini sudah dipublikasikan di halaman Opini Harian Serambi Indonesia, Senin, 6 Mei 2017. Versi online-nya dapat diakses di link Opini Serambi Indonesia.

Baca juga :

Sorry, the comment form is closed at this time.