Ilmu manajemen terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman dan menjadi keharusan bagi perusahaan-perusahaan dan organisasi untuk mengaplikasikan ilmu manajemen dalam rangka memperbaiki kinerja serta sebagai sarana kelengkapan bagi penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan pada setiap tingkatan manajemen.
Sejak zaman ilmiah/klasik, para ahli manajemen seperti Robert Owen, Charles Babbage, Frederik Taylor hingga Henry L. gantt serta pasangan suami isteri Frank B & Lillian M Gilbreth berkutat pada manajemen yang berparadigma material dengan titik tolak pada kesejahteraan karyawan berbasis sistem upah diferensial, disiplin kerja, sistem bonus serta motivasi-motivasi lain dalam bentuk pemberian perumahan kepada para karyawan dan sejenisnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, konsep-konsep manajemen tersebut tak dapat juga secara maksimal meningkatkan produktifitas serta efisiensi dan efektifitas perusahaan dalam mencapai tujuannya, sehingga konsep-konsep manajemen mendapat perhatian serius dari para ahli dengan mengadakan penelitian-penelitian ilmiah sebagai syarat keilmuwan dalam merumuskan teori manajemen.
Dalam konsep manajemen ilmiah/klasik, paradigma yang berlaku adalah bahwa para pekerja ditempatkan pada posisi strata yang paling tidak menguntungkan dengan cara mengukur mereka dari variabel-variabel upah, bonus, waktu dan disiplin kerja yang sebenarnya dapat berjalan baik karena hal tersebut merupakan rutinitas yang berjalan berulang-ulang dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Sementara, sisi-sisi kemanusiaan para karyawan jarang mendapat tempat untuk didiskusikan sehingga perlakuan terhadap para karyawan tidak seimbang dari perspektif kemanusiaan.
Variable upah, bonus dan motivasi-mootivasi sejenis lainnya bukanlah berarti tidak penting, tapi variable tersebut merupakan hal yang sudah selesai dalam pengertian tak perlu diperdebatkan, dia merupakan variabel tetap yang mesti dimasukkan dalam konsep manajemen. Tetapi, jauh lebih penting dari itu adalah variabel yang bersifat hubungan kemanusiaan dengan memberikan apresiasi kepada para karyawan bersama-sama manajer membangun komitmen yang didasarkan pada pengukuran manusia yang tidak berbasis angka-angka saja.
Elton Mayo bahkan menemukan adanya motivasi yang tinggi dari perilaku manusiawi seorang manajer terhadap bawahannya dari pada variabel seperti upah, jam kerja, atau periode istirahat. Fenomena ini dia sebut denga istilah Hawthorne Effect.
Dari pandangan studi Hawthorne Effect ini kemudian muncul bidang studi baru, yakni Perilaku Organisasi yang mempelajari tentang individu dan organisasi. Dari sini pula Abraham Maslow mengembangkan teori perilaku organisasi tersebut sehingga muncul piramida kebutuhan atau hirarki kebutuhan Maslow.
Dalam konsep-konsep manajemen berparadigma kemanusiaan, faktor psikologis yang mengarah pada area spiritual telah menjadi perhatian tersendiri dalam rangka membangun komitmen antara karyawan dan manajer. Kerjasama yang baik antara karyawan dan manajer menjadi salah satu nilai tambah yang sangat penting dalam rangka meningkatkan produktifitas serta efisiensi dan efektifitas perusahaan dalam mencapai tujuannya.